JAKARTA – Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menilai kebijakan tarif baru yang diterapkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap sejumlah negara termasuk Indonesia, akan membawa peluang serta menciptakan keseimbangan baru bagi perekonomian Indonesia. Tarif baru ini, yang mulai berlaku pada 2 April 2025, mencakup tarif dasar 10% ditambah tambahan 32% untuk Indonesia.
Fakhrul mengingatkan, pemerintah Indonesia sebaiknya tidak terburu-buru merespons dengan tindakan balasan. Menurutnya, kebijakan Trump cenderung menggunakan pendekatan “Carrot and Stick,” di mana tarif ini bisa menjadi awal dari negosiasi bilateral yang lebih lanjut.
“Negosiasi bilateral antar negara terkait perdagangan adalah hal yang selanjutnya akan dilakukan,” ujar Fakhrul dalam keterangannya, Kamis (3/4/2025).
Di tengah situasi yang berkembang, Fakhrul menyoroti adanya perubahan besar dalam tatanan global, dengan melemahnya multilateralisme. Ke depannya, perjanjian ekonomi diperkirakan lebih banyak dilakukan melalui pendekatan bilateral antar negara.
“Dalam kondisi sekarang ini, pelemahan ekonomi domestik dan pelemahan nilai tukar rupiah adalah hal yang lumrah. Rupiah kemungkinan akan mengalami overshoot, kemudian kembali menguat pada keseimbangan baru,” paparnya.
Fakhrul menambahkan, untuk mencapai keseimbangan baru dengan rupiah yang kuat, pemerintah perlu mengambil langkah strategis, seperti melakukan realokasi anggaran untuk meningkatkan perputaran ekonomi domestik. Selain itu, penting untuk menyampaikan komunikasi yang jelas kepada masyarakat dan pasar keuangan mengenai langkah konkret untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada ekonomi global dalam waktu yang cepat.
“Isu ketahanan pangan, energi, dan kesehatan menjadi hal penting terkait meningkatnya tensi perang dagang,” katanya.
Menurut Fakhrul, meskipun tantangan perang dagang ini dapat memberikan dampak negatif, ada peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan pasar tertentu dengan Amerika Serikat, terutama di sektor-sektor seperti tekstil, alas kaki, furniture, komponen otomotif, dan nikel.
“Namun, kita harus sadar bahwa tidak ada lagi kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat yang dilaksanakan dengan aturan yang jelas. Negosiasi yang alot sangat mungkin terjadi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Fakhrul mengingatkan agar para diplomat ekonomi Indonesia mampu beradaptasi dan terampil dalam merundingkan kebijakan ini, dengan memperkuat peran Kementerian Luar Negeri dalam membawa agenda ekonomi Indonesia ke kancah global. Indonesia juga diimbau untuk tetap mempertahankan posisi netral sambil membangun hubungan dengan negara-negara BRICS dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
“Ke depannya, Indonesia harus tetap menjaga posisi netral dengan terus membangun relasi kepada berbagai negara untuk memaksimalkan dampak positif bagi perekonomian Indonesia,” tandasnya.
Terkait pasar keuangan, Fakhrul mengimbau para investor untuk tidak khawatir dengan sentimen perang dagang yang berkembang. Ia mengingatkan bahwa 80% situasi ini sudah terprediksi di pasar, sehingga dengan tidak adanya hambatan besar, kesempatan di pasar saham yang telah murah bisa menjadi peluang yang menarik.
“Jika tak ada aral melintang, kita bisa mulai melirik kesempatan yang muncul dari pasar saham yang telah murah,” kata Fakhrul.