TEHERAN, IRAN – Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menolak tegas ultimatum Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mendesak Iran menyerah tanpa syarat di tengah konflik bersenjata dengan Israel. Dalam pernyataan melalui siaran televisi nasional, Rabu 18 Juni 2025, Khamenei menyatakan Iran tidak akan tunduk pada tekanan militer atau ancaman AS.
Dalam pidatonya, Khamenei menyinggung serangan udara Israel ke wilayah Iran yang dimulai sejak Jumat 13 Juni 2025. Ia menegaskan bahwa Republik Islam Iran tidak bisa dipaksa untuk menerima perdamaian maupun peperangan.
“Orang-orang cerdas yang mengenal Iran, bangsa Iran, dan sejarahnya tidak akan pernah berbicara kepada bangsa ini dengan bahasa yang mengancam karena bangsa Iran tidak akan menyerah,” ujar Khamenei seperti dikutip Reuters.
Latar Belakang Ketegangan
Ketegangan meningkat setelah Trump pada Selasa 17 Juni 2025, melalui platform Truth Social, mengklaim bahwa AS mengetahui lokasi persembunyian Khamenei dan menyebutnya sebagai “target mudah”. Ia menambahkan,
“Kami tidak akan menghabisinya (membunuhnya), setidaknya untuk saat ini.”
Trump juga mengeluarkan peringatan keras kepada Iran agar tidak menyerang warga sipil atau tentara AS, sambil menyerukan:
Menyerah tanpa syarat!
Pernyataan tersebut muncul saat konflik antara Iran dan Israel memuncak. Serangan udara Israel menargetkan fasilitas militer dan nuklir Iran, yang dibalas Teheran dengan peluncuran rudal hipersonik Fattah-1 ke Israel pada Rabu dini hari 18 Juni 2025. Iran juga melancarkan operasi militer bernama True Promise 3, menyerang puluhan pangkalan militer Israel sebagai respons atas agresi tersebut.
Khamenei Nyatakan Perang Dimulai
Melalui akun media sosial X, Khamenei menyatakan bahwa “perang dimulai”, menandakan bahwa Iran siap menghadapi serangan dari Israel dan tekanan dari AS. Ia bersumpah tidak akan menunjukkan belas kasihan terhadap Israel dan yakin bahwa Iran akan memenangkan konflik ini.
Pernyataan ini diperkuat oleh Duta Besar Iran untuk Prancis, Mohammad Amin-Nejad. Ia menegaskan bahwa serangan terhadap fasilitas militer Iran tidak akan melemahkan pertahanan nasional.
“Rakyat Iran bersatu dalam menghadapi agresi,” ujarnya, sembari menyebut ultimatum Trump serupa dengan sikap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Respons Global dan Dampak Ekonomi
Ultimatum Trump menuai kritik dari beberapa negara Barat yang menilai pendekatan agresif AS justru dapat memperburuk situasi di Timur Tengah.
Ketidakpastian geopolitik ini berdampak langsung pada pasar energi. Harga minyak mentah AS naik 4,28 persen menjadi 74,84 dolar AS per barel pada Rabu pagi, dipicu oleh kekhawatiran atas eskalasi konflik Iran-Israel.
Langkah AS dan Israel
Meskipun Trump menolak rencana Israel untuk membunuh Khamenei, menurut dua pejabat AS kepada Reuters, ia tetap mengerahkan kekuatan militer berupa jet tempur F-16, F-22, dan F-35 ke kawasan Timur Tengah guna memperkuat pertahanan.
Netanyahu menyatakan bahwa menargetkan Khamenei bisa menjadi jalan mengakhiri konflik, meskipun Israel menegaskan sasarannya tetap pada target militer dan nuklir, bukan pemimpin politik.
Prospek Gencatan Senjata Suram
Kemungkinan gencatan senjata semakin jauh dengan sikap keras dari kedua pihak. Trump mengklaim telah membuka jalur komunikasi dengan Iran dan Israel, namun pernyataannya di KTT G7 menunjukkan minimnya keinginan untuk berdialog langsung dengan Teheran. Di sisi lain, Iran tetap mempertahankan narasi perlawanan yang dipimpin Khamenei dan didukung mayoritas rakyatnya, termasuk melalui seruan warganet seperti akun X @SugiKawuloAlit.
Konflik ini tidak hanya meningkatkan risiko perang di Timur Tengah, tetapi juga mengguncang stabilitas ekonomi global. Dunia kini menantikan langkah lanjutan dari Washington, Teheran, dan Tel Aviv di tengah situasi yang semakin memanas.