JAKARTA – Komisi II DPR RI menekankan pentingnya efisiensi anggaran dalam pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 tanpa mengorbankan aspek substansial.
Ketua Komisi II, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan bahwa dana yang bersumber dari APBD harus dihemat seoptimal mungkin.
“Tentu dengan catatan bahwa hal-hal substansial terkait penyelenggaraan PSU tidak boleh mengurangi bobot kualitas dari PSU itu sendiri,” ujarnya seperti dikutip Parlementaria, Selasa (4/3/2024).
Ia menyarankan pengurangan beberapa unit cost, seperti Biaya Hibah Keamanan untuk TNI dan Polri, dengan tetap mengedepankan semangat gotong-royong antar elemen negara.
Selain itu, KPU dan Bawaslu diimbau untuk merasionalisasi honorarium petugas ad hoc, termasuk yang berada di bawah KPU, PPK, Bawaslu, pengawas desa, dan pengawas TPS.
“Sementara, hal substansial seperti pencetakan surat suara, pengadaan TPS (tempat pemungutan suara), termasuk rekapitulasi harus diberikan dukungan anggaran.”
“Hal itu semata agar penyelenggaraan PSU tidak cacat prosedur, sehingga tidak berpotensi kembali dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK),” pungkasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemungutan suara ulang di 24 daerah setelah menyelesaikan sengketa hasil Pilkada 2024.
Putusan ini diumumkan dalam sidang pleno pada Senin (24/2/2025), setelah sembilan Hakim Konstitusi menyelesaikan pemeriksaan atas 40 perkara lanjutan.
Dari total 310 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) 2024 yang diperiksa, MK mengabulkan 26 permohonan, menolak 9 perkara, dan tidak menerima 5 perkara lainnya.
Dari 26 permohonan yang dikabulkan, 24 di antaranya menghasilkan keputusan untuk menggelar pemungutan suara ulang.
Daerah-daerah yang diwajibkan menggelar PSU antara lain Kabupaten Pasaman, Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Barito Utara.
Lalu Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Magetan, Kabupaten Buru, Provinsi Papua, Kota Banjarbaru, Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Bangka Barat.
Kabupaten Serang, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Sabang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Banggai, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Bungo.
Kabupaten Bengkulu Selatan, Kota Palopo, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Pulau Taliabu.
Keputusan ini menandai babak baru dalam sejarah demokrasi elektoral Indonesia, dengan harapan PSU dapat dilaksanakan secara efisien tanpa mengurangi kualitas penyelenggaraan.***