JAKARTA – Pusat Kajian Ekonomi dan Hukum Celios (Center of Economic and Law Studies) menyoroti perlunya perubahan pendekatan dalam pembiayaan program Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih).
Lembaga ini mengusulkan penggunaan skema blended finance sebagai alternatif yang lebih adaptif dan berdaya tahan dibandingkan model pembiayaan konvensional yang bertumpu pada kredit dari bank-bank milik negara (Himbara).
Dalam laporan berjudul Koperasi Desa Merah Putih: Pedoman Pelaksanaan, Perubahan, dan Alternatif Program, Celios menjelaskan bahwa skema blended finance menggabungkan sumber pembiayaan internal dan eksternal secara seimbang.
Pendekatan ini dinilai dapat mengurangi ketergantungan koperasi pada satu sumber pendanaan saja, serta membuka ruang bagi model pembiayaan yang inklusif, adil, dan tidak diskriminatif.
“Aksesibilitas pembiayaan juga harus minim diskriminasi dan tanpa prasyarat profitabilitas tinggi atau jaminan aset besar untuk memastikan partisipasi kolektif dan keadilan ekonomi,” demikian laporan studi Celios dikutip di Jakarta, Sabtu (7/6/2025).
Celios menilai, pendekatan blended finance jauh lebih berkelanjutan ketimbang pemberian pinjaman modal sebesar Rp3 miliar per koperasi dari Himbara, seperti yang dirancang dalam program saat ini.
Selain memperluas akses terhadap modal, model ini juga dinilai mampu mendorong inovasi layanan keuangan, memperkuat tata kelola koperasi melalui pelibatan investor swasta, serta meningkatkan kapabilitas manajerial lewat transfer pengetahuan.
Tak hanya itu, pendekatan ini dinilai mampu mengurangi ketergantungan terhadap subsidi negara yang berpotensi membebani anggaran jangka panjang.
Koperasi yang didorong melalui skema ini diyakini lebih tangguh dan fleksibel dalam menghadapi fluktuasi ekonomi.
Sebaliknya, Celios mengkritisi skema kredit dari Himbara yang disebut dapat memicu ketidakseimbangan fiskal di tingkat desa.
Menurut mereka, penggunaan dana desa untuk membayar cicilan koperasi justru akan mengganggu prioritas anggaran lainnya.
“Artinya selama masa pelunasan utang, kemampuan fiskal pemerintah desa akan berkurang karena sebagian dana desa dipotong untuk membayar cicilan kredit koperasi,” sebut Celios.
Kondisi ini dinilai berpotensi memangkas alokasi untuk kebutuhan mendesak lainnya seperti bantuan langsung tunai (BLT), biaya operasional pemerintahan desa, pembangunan infrastruktur, hingga pemberdayaan masyarakat desa.
Di sisi lain, Celios mengingatkan bahwa bank-bank Himbara sendiri tengah berada dalam tekanan keuangan.
Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio kredit bermasalah (NPL) bank-bank tersebut meningkat dari 2,08 persen pada Desember 2024 menjadi 2,17 persen pada Maret 2025.
Sementara itu, loan at risk juga naik dari 9,28 persen menjadi 9,86 persen dalam kurun waktu yang sama.
Hal ini menandakan bahwa ketahanan perbankan nasional dalam menyalurkan kredit produktif sedang tidak dalam kondisi ideal.
Dengan demikian penggunaan skema pembiayaan alternatif seperti blended finance menjadi semakin relevan dan mendesak untuk diterapkan pada program Kopdes Merah Putih.***