JAKARTA – Kebijakan pemerintah yang melarang toko eceran menjual gas elpiji 3 kilogram (gas melon) memicu kepanikan masyarakat. Anggota Komisi VI DPR RI, Imas Aan Ubudiah, mengkritik kebijakan ini dan meminta pemerintah menata ulang tata niaga elpiji agar tidak merugikan masyarakat.
“Kami menilai penataan ulang tata niaga elpiji 3 kilogram tidak disiapkan secara matang, sehingga memicu kepanikan masyarakat. Dalam beberapa hari terakhir, kami menerima laporan bahwa masyarakat kesulitan membeli gas elpiji 3 kilogram karena adanya aturan yang mewajibkan pembelian hanya melalui pangkalan resmi,” ujar Imas Aan Ubudiah pada Senin (3/2/2025).
Kebijakan baru ini mengharuskan masyarakat untuk membeli gas elpiji 3 kilogram hanya melalui pangkalan resmi, yang dapat diakses melalui laman https://subsiditepatlpg.mypertamina.id/infolpg3kg atau dengan menghubungi call center 135. Pengecer yang ingin menjual gas tersebut harus terdaftar sebagai pangkalan atau sub penyalur resmi Pertamina.
Imas menambahkan bahwa meskipun niat pemerintah untuk menata distribusi gas melon agar tepat sasaran patut diapresiasi, kebijakan ini dianggap kurang matang dan menambah beban masyarakat. Ia mengungkapkan bahwa gas elpiji 3 kilogram yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu kini dijual jauh di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp12.000. Bahkan, harga di pasaran sering kali mencapai Rp20.000 hingga Rp25.000 per tabung.
“Gas elpiji 3 kilogram ini memang dikhususkan untuk warga kurang mampu dengan harga Rp12.000. Namun, kenyataannya, gas ini juga dibeli oleh warga dengan status ekonomi lebih baik dan dijual di pasaran dengan harga yang lebih tinggi,” ungkap Imas.
Namun demikian, aturan baru ini dinilai terlambat sosialisasinya. Banyak masyarakat yang belum mengetahui aturan tersebut, sementara pemerintah baru membuka pendaftaran bagi calon pangkalan resmi setelah kebijakan ini diterapkan. Imas menilai bahwa langkah ini terlalu mendadak dan tidak memberikan cukup waktu bagi pedagang atau masyarakat untuk beradaptasi.
“Aturan pembelian gas elpiji melalui pangkalan resmi ini sudah diberlakukan, tetapi pendaftaran untuk menjadi pangkalan resmi baru dibuka. Ini artinya terlambat dan membingungkan banyak pihak,” katanya.
Imas juga menekankan bahwa penataan distribusi elpiji 3 kilogram melalui pangkalan resmi tidak boleh merugikan masyarakat. Ia menyoroti bahwa selama ini pengecer yang menjual gas melon telah memberikan kemudahan bagi masyarakat dengan jam operasional yang fleksibel, bahkan 24 jam. Hal ini, menurutnya, memudahkan masyarakat dalam mendapatkan gas ketika dibutuhkan, meski dengan harga yang relatif lebih tinggi karena panjangnya rantai distribusi.
“Selama ini pengecer membantu masyarakat dengan menjual gas elpiji kapan saja, meskipun harga lebih mahal. Namun, di pangkalan resmi, apakah bisa memberikan layanan yang serupa?” tandas Imas.
Pemerintah diminta untuk segera memperbaiki kebijakan ini agar tidak menambah beban masyarakat yang sudah terbebani dengan harga gas melon yang terus meningkat.