JAKARTA – Pakar hukum tata negara sekaligus Guru Besar UII, Mahfud MD, menyerukan kepada Jaksa Agung agar segera mengambil alih penyelidikan dugaan korupsi dalam proyek pagar laut yang dibangun di wilayah pesisir Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten.
Proyek yang semestinya melindungi wilayah pesisir ini justru memunculkan polemik serius karena disertai penerbitan ratusan sertifikat tanah yang menimbulkan dugaan kuat akan praktik penyalahgunaan kekuasaan.
Mahfud menggarisbawahi bahwa proyek pagar laut sepanjang lebih dari 30 kilometer tersebut secara kasat mata menyimpan kejanggalan yang patut diusut.
Ia menyebutkan bahwa mustahil ratusan sertifikat bisa diterbitkan tanpa keterlibatan aparat pemerintah yang memiliki kewenangan administratif.
“Pagar laut itu dari sudut manapun indikasi korupsinya sangat kuat. Tidak mungkin ada ratusan sertifikat dikeluarkan tanpa keterlibatan pejabat yang meneliti,” tegas Mahfud saat berbicara dalam diskusi publik bertema “Enam Bulan Pemerintahan Prabowo”, Kamis (17/4/2025).
Mahfud juga mempertanyakan sikap kepolisian yang memilih mengembalikan berkas perkara ke kejaksaan dengan alasan tidak ditemukan kerugian negara.
Baginya, tindakan tersebut keliru secara hukum karena esensi korupsi tak hanya bergantung pada nilai kerugian negara, melainkan lebih pada adanya penyalahgunaan kekuasaan yang menguntungkan pihak tertentu.
“Korupsi bukan semata-mata diukur dari kerugian negara. Yang utama adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok,” tandasnya.
Proyek yang semula diharapkan memberi perlindungan dari ancaman abrasi, kini justru menuai sorotan karena dugaan kolusi yang melibatkan pejabat dan oknum tertentu.
Mahfud menilai, kasus ini berpotensi menjadi contoh nyata korupsi berbasis penguasaan lahan yang mengorbankan hak masyarakat atas ruang hidupnya, terutama di wilayah pesisir yang kerap termarjinalkan dalam pembangunan.
Mahfud pun menyampaikan harapan agar Jaksa Agung bertindak cepat untuk menjamin transparansi dan objektivitas dalam proses hukum.
Ia mengingatkan bahwa ruang publik tidak boleh dikorbankan demi keuntungan segelintir pihak.
Penanganan yang serius, menurutnya, menjadi kunci dalam menunjukkan bahwa supremasi hukum benar-benar dijalankan secara adil dan tak memihak.***