JAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi Presiden RI Prabowo Subianto dipandang sebagai bentuk investasi awal bagi masa depan Indonesia, bukan beban anggaran. Hal ini disampaikan Chief Economist Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, yang menekankan pentingnya melihat program ini dari perspektif jangka panjang, terutama dalam pembangunan sumber daya manusia.
Fakhrul menilai pendekatan kapitalistik yang selama ini mendominasi wacana fiskal perlu diimbangi dengan kesadaran terhadap manfaat sosial. Menurutnya, belanja negara untuk program seperti MBG merupakan bagian dari strategi mewujudkan Indonesia Emas 2045 melalui penciptaan generasi yang sehat dan produktif.
“Bias yang sudah lama ada dalam wacana fiskal: belanja modal itu baik, sementara belanja sosial dianggap sebagai kebocoran. Pola pikir ini mengabaikan keuntungan produktivitas jangka panjang dari investasi dalam sumber manusia, khususnya melalui hal mendasar seperti makanan, kesehatan, dan pendidikan dini,” kata Fakhrul dalam keterangan tertulis, Senin (21/4/2025).
Ia menegaskan, makan bergizi gratis harus dilihat sebagai investasi yang berdampak besar terhadap kualitas generasi mendatang.
“Makanan gratis bukanlah beban, itu adalah uang muka untuk generasi produktif yang lebih kuat dan cakap. Namun, selama logika ini dianut dalam lembaga ekonomi makro, redistribusi sosial akan selalu diperlakukan sebagai kebijakan lapis kedua,” tambahnya.
Lebih lanjut, Fakhrul menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi berkelanjutan harus dimulai dari akar rumput.
“Makan bergizi gratis bukan tentang ketergantungan. Makan bergizi gratis adalah tentang membangun kapasitas—tentang memastikan bahwa mesin manusia suatu negara terisi bahan bakar, secara harfiah, untuk perjalanan ke depan,” jelasnya.