JAKARTA – Pemerintah melalui Menteri Agama Nasaruddin Umar menggulirkan gagasan reformasi hukum keluarga nasional dengan mengusulkan revisi UU perkawinan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Dalam Rapat Kerja Nasional Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Tahun 2025 yang berlangsung di Jakarta, Menag menyarankan agar UU tersebut dilengkapi dengan bab baru khusus mengenai pelestarian rumah tangga.
Usulan ini mencuat sebagai respons atas meningkatnya angka perceraian di Indonesia yang dinilai berdampak luas terhadap ketahanan sosial dan kesejahteraan masyarakat.
“Perceraian sering kali melahirkan orang miskin baru. Korban pertamanya adalah istri, lalu anak. Karena itu, negara perlu hadir bukan hanya dalam mengesahkan, tapi juga menjaga keberlangsungan pernikahan,” tegas Menag Nasaruddin Umar pada Selasa (22/4/2025).
Upaya Preventif dan Perlindungan Keluarga
Menurut Menag, saat ini negara terlalu fokus pada legalitas pernikahan tanpa strategi jangka panjang dalam menjaga keutuhan rumah tangga.
Revisi UU Perkawinan diharapkan menjadi instrumen hukum yang memberikan perlindungan komprehensif terhadap keluarga sebagai unit terkecil bangsa.
Pelestarian perkawinan, menurutnya, harus menjadi bagian dari investasi pembangunan nasional.
Dalam paparannya, Nasaruddin menyoroti pentingnya mediasi sebagai pendekatan strategis untuk menangkal perceraian sejak dini.
Ia memperkenalkan 11 strategi mediasi yang diharapkan dapat diterapkan secara nasional oleh BP4.
Strategi tersebut menyentuh berbagai aspek kehidupan berkeluarga, mulai dari pra-nikah, hubungan antaranggota keluarga, hingga intervensi terhadap pernikahan siri dan konflik pascaperceraian.
Strategi Mediasi yang Komprehensif
1. Mediasi untuk pasangan pra-nikah dan individu usia matang.
2. Mendorong pasangan muda untuk menikah.
3. Menjadi fasilitator jodoh (makcomblang).
4. Mediasi pascaperceraian guna menjaga hak anak.
5. Menengahi konflik menantu dan mertua.
6. Berkolaborasi dengan peradilan agama dalam keputusan perceraian.
7. Fasilitasi isbat nikah bagi pasangan nikah siri.
8. Menangani hambatan administratif pernikahan di KUA.
9. Intervensi dini terhadap potensi perselingkuhan.
10. Program nikah massal untuk meringankan beban ekonomi masyarakat.
11. Koordinasi dengan instansi pengelola program gizi dan pendidikan.
Nasaruddin juga mengusulkan penguatan peran BP4 melalui regulasi Mahkamah Agung agar lembaga ini turut dilibatkan dalam proses perceraian secara resmi.
Ia mendorong BP4 agar dikembangkan hingga tingkat kabupaten/kota agar bisa menjangkau lebih banyak masyarakat.
Respons Kementerian AgamaDirjen Bimas Islam Kementerian Agama, Abu Rokhmad, menyatakan dukungannya atas usulan Menag.
Ia menilai bahwa persoalan rumah tangga saat ini semakin kompleks, tidak hanya karena rendahnya literasi perkawinan, tetapi juga karena pengaruh budaya digital dan perubahan sosial yang cepat.
“Kami menyadari bahwa tantangan dalam pembinaan dan pelestarian perkawinan di era sekarang semakin kompleks.”
“Tingginya angka perceraian, rendahnya literasi perkawinan, hingga tantangan budaya digital terhadap ketahanan keluarga merupakan masalah nyata yang harus kita hadapi dan sikapi bersama,” kata Abu.
Ia menambahkan, Ditjen Bimas Islam siap mendukung program-program strategis BP4 sebagai mitra utama Kemenag dalam mengawal ketahanan keluarga.
Keterlibatan BP4 sebagai lembaga penasihat dan pelestari pernikahan menjadi pilar penting dalam upaya nasional memperkuat fondasi sosial bangsa.***