VATICAN CITY — Dunia kembali menantikan momen bersejarah: pemilihan paus baru di Konklaf Vatikan. Dari sekian banyak harapan dan tantangan, enam kriteria utama mencuat sebagai penentu siapa yang pantas memimpin Gereja Katolik selanjutnya.
Suara Selatan Dunia Menjadi Sorotan
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, suara dari belahan Bumi Selatan mendesak untuk didengar. Hal ini mencerminkan warisan Paus Fransiskus, yang mengangkat lebih dari 80 persen kardinal yang berhak memilih berasal dari beragam penjuru dunia.
“Bagian selatan dunia sedang bergerak dan meminta untuk didengarkan serta ingin menyampaikan pendapatnya – tidak cukup jika masalah-masalah diuraikan dari pusat atau Belahan Bumi Utara,” ujar Marco Politi, pakar Vatikan dan penulis *Pope Francis Among the Wolves*.
Paus Karismatik yang Pandai Menjadi Penengah
Konsensus di antara para ahli menyebut bahwa Gereja membutuhkan sosok pemimpin yang mampu menjadi penengah sekaligus pendeta yang dekat dengan umat.
“Mereka mencari seorang penengah, mediator, dan juga seorang pendeta karismatik yang tahu bagaimana menjadi dekat dengan umat,” tambah Politi.
Pemimpin yang Mampu Mempersatukan Gereja
Perpecahan internal menjadi tantangan serius yang harus dijawab oleh paus baru. Ketegangan menyangkut hubungan dengan Tiongkok dan sikap terhadap agama lain menjadi isu panas dalam pertemuan pra-konklaf.
Seruan untuk lebih berhati-hati terhadap keterbukaan yang menjadi ciri khas Paus Fransiskus juga mengemuka, menyusul kekhawatiran tentang identitas Katolik yang kian kabur. Tak kalah penting, krisis panggilan menjadi momok: jumlah imam terus menurun di berbagai belahan dunia.
Pemimpin yang Berani Menyembuhkan Luka Lama Gereja
Skandal pelecehan seksual dan kasus keuangan masih menjadi “luka” yang belum sembuh. Para kardinal menyadari bahwa pemimpin selanjutnya harus mampu menjaga luka itu tetap terbuka sebagai pengingat dan pelajaran besar bagi Gereja.
Isu peran awam, baik pria maupun wanita, juga menjadi bagian penting dalam diskusi. Ini merupakan proses reformasi yang sudah dimulai sejak masa kepemimpinan Fransiskus.
Figur Diplomat yang Bisa Membangun Jembatan
Kardinal Pietro Parolin, Sekretaris Negara Vatikan, masuk dalam daftar teratas kandidat paus. Ia dikenal sebagai sosok diplomat ulung yang bisa diterima oleh berbagai kubu, baik konservatif maupun progresif.
Meskipun sempat diterpa kabar miring terkait kesehatan, Vatikan langsung membantah rumor tersebut, menegaskan bahwa Parolin dalam kondisi sehat.
Kandidat Harus Didukung Mayoritas Kardinal
Pemilihan resmi akan berlangsung di Kapel Sistina, tempat sakral yang akan menjadi saksi bisu keputusan besar. Seluruh komunikasi para kardinal akan diputuskan dari dunia luar. Setidaknya, 89 suara dibutuhkan untuk menjadi paus baru.
Jika belum ada hasil, empat putaran pemungutan suara akan digelar setiap hari. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa konklaf biasanya tidak memakan waktu lebih dari lima hari.
Tanda pemilihan telah usai akan muncul dari cerobong asap Kapel Sistina. Asap putih berarti paus baru telah terpilih, sementara asap hitam menandakan belum tercapainya kesepakatan.