JAKARTA – Gedung DPR RI di Senayan bergemuruh pada Kamis, 20 Maret 2025, ketika Revisi UU TNI resmi diketuk palu dalam rapat paripurna.
Ketua DPR Puan Maharani tampil di depan publik untuk meredakan gelombang kekhawatiran yang membayangi pengesahan aturan baru ini.
Dengan penuh keyakinan, ia menegaskan bahwa proses legislasi Revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI telah memenuhi semua standar hukum, dari awal hingga akhir, menepis tudingan bahwa beleid ini lahir dari proses yang buru-buru atau tertutup.
Puan Maharani membeberkan bahwa perjalanan revisi UU TNI ini bukanlah sesuatu yang instan.
“Dari penerimaan surat, sampai mendengarkan partisipasi masyarakat, kemudian pihak-pihak yang harus didengar, dan lain-lain sebagainya, bahkan pembahasannya pun dilaksanakan secara terbuka,” ujarnya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, seperti dikutip dari Antara.
Ia menegaskan bahwa DPR dan pemerintah telah membuka pintu lebar-lebar bagi masukan masyarakat, termasuk dari kalangan mahasiswa yang belakangan vokal menyuarakan penolakan.
Namun, di balik pernyataan optimistis itu, suara kritis dari luar gedung tak bisa dibungkam.
Aksi mahasiswa yang mengepung Senayan menjadi cerminan ketegangan publik terhadap perubahan UU TNI, khususnya soal perluasan jabatan sipil yang bisa diisi prajurit aktif dari 10 menjadi 14 bidang, serta penambahan masa dinas. Puan menjawab keresahan ini dengan janji dialog.
“Kami dari DPR dan pemerintah menerima masukan dan aspirasi dari seluruh elemen masyarakat yang dianggap penting dan perlu, tentu saja juga masukan dari mahasiswa, perwakilan mahasiswa, juga sudah kami dengarkan,” tegasnya, seraya menambahkan bahwa DPR siap menjelaskan setiap poin yang dikhawatirkan agar tak ada lagi salah paham.***