JAKARTA – Nilai tukar rupiah menguat signifikan setelah data terbaru menunjukkan neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus sebesar 3,45 miliar dolar AS pada Januari 2025.
Pengamat mata uang Ibrahim Assuabi mengungkapkan bahwa kenaikan nilai rupiah tak lepas dari surplus perdagangan yang lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.
“Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan sepanjang Januari 2025, neraca perdagangan Indonesia surplus 3,45 miliar (dolar AS), lebih tinggi 1,21 miliar (dolar AS) dibandingkan bulan sebelumnya dan lebih tinggi 1,45 miliar (dolar AS) dibandingkan bulan yang sama tahun lalu.”
“Indonesia sudah mengalami surplus neraca perdagangan selama 57 bulan berturut-turut sejak Desember 2020,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Kinerja Ekspor dan ImporData BPS mencatat ekspor Indonesia pada Januari 2025 mencapai 21,45 miliar dolar AS, mengalami penurunan 8,56 persen dibandingkan Desember 2024 yang tercatat sebesar 23,46 miliar dolar AS. Namun, secara tahunan (year-on-year/yoy), ekspor mengalami kenaikan 4,68 persen dibanding Januari 2024 yang sebesar 20,49 miliar dolar AS.
Dikutip dari Antara, ekspor migas secara tahunan tercatat meningkat dari 1,06 miliar dolar AS pada Januari 2024 menjadi 1,4 miliar dolar AS di Januari 2025. Sementara itu, ekspor nonmigas justru turun dari 20,40 miliar dolar AS menjadi 19,10 miliar dolar AS.
Dari sisi impor, Indonesia mencatat nilai 18 miliar dolar AS pada Januari 2025, turun 15,18 persen dibandingkan Desember 2024 yang sebesar 21,22 miliar dolar AS. Jika dibandingkan dengan Januari 2024, impor juga mengalami penurunan 2,67 persen.
Impor migas turun dari 2,70 miliar dolar AS pada Januari 2024 menjadi 2,48 miliar dolar AS di Januari 2025. Sedangkan impor nonmigas mengalami penurunan dari 15,80 miliar dolar AS menjadi 15,52 miliar dolar AS secara tahunan.
Dampak Data Ekonomi AS terhadap RupiahSelain faktor surplus neraca perdagangan, penguatan rupiah juga dipicu oleh data ekonomi Amerika Serikat.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menilai bahwa data penjualan ritel AS yang terkontraksi 0,5 persen, lebih buruk dari perkiraan minus 0,1 persen, turut berkontribusi pada pelemahan dolar AS.
Penurunan imbal hasil obligasi AS semakin meningkatkan ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
“Sebelumnya, hanya diperkirakan paling besar 35 bps, tetapi kini ada potensi 50 persen untuk pemangkasan 50 basis points (bps) hingga akhir tahun,” jelas Lukman.
Rupiah Menguat di Awal Pekan
Pada perdagangan Senin pagi di Jakarta, nilai tukar rupiah menguat 24 poin atau 0,14 persen ke level Rp16.228 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp16.252 per dolar AS.
Sementara itu, Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga menunjukkan penguatan ke Rp16.208 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.285 per dolar AS.
Penguatan rupiah berlanjut hingga penutupan perdagangan. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dip posisi Rp16.228 per dolar AS atau naik 23 poin (0,14 persen).
Dengan tren surplus neraca perdagangan yang terus berlanjut dan tekanan terhadap dolar AS, rupiah diprediksi masih memiliki ruang untuk terus menguat dalam waktu dekat.