JAKARTA – Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kini menjadi kekuatan besar dalam dunia kerja global, dan Indonesia bertekad memanfaatkannya secara optimal.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli memastikan bahwa tata kelola AI di Indonesia bukan sekadar adaptasi tren, melainkan bagian dari transformasi besar ketenagakerjaan nasional.
Dalam keterangannya, Sabtu (26/4/2025), Yassierli menegaskan bahwa AI membuka jalan baru bagi efisiensi, produktivitas, serta lapangan kerja inovatif, tetapi harus diiringi manajemen yang inklusif dan bertanggung jawab.
“AI telah mengubah industri dan mendefinisikan ulang keterampilan. Namun, dengan potensi sebesar itu, transformasi ini harus dikelola secara bijaksana dan inklusif,” ujar Menaker Yassierli.
Menyadari potensi dan risiko AI, Yassierli menegaskan bahwa Indonesia memilih bersikap progresif, tidak menganggap teknologi ini sebagai ancaman.
“Indonesia tidak melihat AI sebagai ancaman, melainkan sebagai kekuatan yang harus dimanfaatkan secara bertanggung jawab,” tegasnya.
Menaker memaparkan bahwa pendekatan berbasis masyarakat (people-centric approach) menjadi dasar strategi nasional dalam memanfaatkan kecerdasan buatan.
Fokus utamanya adalah memperluas akses terhadap teknologi, melindungi nilai kemanusiaan, dan memastikan keadilan sosial tetap terjaga.
Empat pilar besar dibangun untuk mendukung tata kelola AI di Indonesia.
Pertama, inklusi digital. Pemerintah memandang akses terhadap teknologi, jaringan infrastruktur, dan literasi digital sebagai hak fundamental yang harus dinikmati semua kalangan, termasuk masyarakat pedesaan dan pekerja informal.
Kedua, Menaker mendorong percepatan modernisasi sistem pendidikan dan pelatihan vokasi.
“Kami juga tengah membangun Pusat Produktivitas Nasional dengan AI sebagai tema strategis, baik sebagai subjek riset maupun alat transformasi ketenagakerjaan,” ungkap Yassierli.
Program pelatihan nasional diharapkan mampu menjangkau lebih dari 280 juta penduduk, mempercepat adaptasi masyarakat terhadap perubahan era digital.
Pilar ketiga adalah penguatan sistem perlindungan sosial.
Menaker mencontohkan Program Asuransi Kehilangan Pekerjaan sebagai bentuk nyata, yang mengintegrasikan bantuan penghasilan, pelatihan ulang, dan fasilitasi penempatan kerja baru.
Pilar keempat menekankan pentingnya dialog sosial inklusif antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
Lewat forum-forum ini, Indonesia juga aktif mendorong kerja sama global, khususnya dengan negara-negara BRICS dalam investasi keterampilan digital.
“Kemudian pertukaran kebijakan ketenagakerjaan inklusif, kolaborasi tata kelola AI, serta promosi inovasi berbasis keadilan dan keberlanjutan.”
“Indonesia memilih melangkah dengan tekad, menjunjung keadilan, dan berpegang pada semangat kolaborasi,” pungkasnya.
Dengan langkah strategis tersebut, Indonesia memposisikan diri bukan hanya sebagai pengguna, tetapi sebagai pelaku utama dalam membentuk masa depan AI yang inklusif dan berkeadilan.***