JAKARTA – Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump dilaporkan akan mengambil langkah besar untuk memperkuat kendali atas pemerintah federal, lebih signifikan dibanding presiden sebelumnya. Menurut laporan Reuters pada Sabtu (18/1), Trump bersama para sekutunya berencana membongkar apa yang disebut sebagai “deep state.”
Istilah deep state merujuk pada jaringan tersembunyi yang dituding oleh penganut teori konspirasi sebagai penguasa bayangan, mengontrol pemerintah secara diam-diam di luar pengawasan publik.
Sebagai bagian dari rencana tersebut, pemerintahan Trump disebut akan mempercepat pengisian ribuan jabatan politik di berbagai lembaga. Langkah ini bertujuan menempatkan loyalis politik dalam posisi strategis, lebih masif dibanding pendahulunya.
“Upaya ini bisa dimulai sejak hari pertama melalui perintah eksekutif untuk mencabut perlindungan pekerjaan terhadap sekitar 50.000 pegawai federal karir, membuka jalan bagi loyalis Trump untuk menggantikan mereka,” kata sumber yang tidak disebutkan namanya.
Reuters juga melaporkan tanda-tanda awal langkah ini terlihat saat tim transisi Trump meminta tiga diplomat senior Departemen Luar Negeri AS untuk mengundurkan diri, menuduh mereka gagal mendukung agenda Trump selama masa jabatan pertamanya.
Strategi Jadwal F: Langkah Menuju Kontrol Total
Perintah eksekutif baru yang dirancang oleh Trump akan menghidupkan kembali kebijakan Jadwal F, memungkinkan perubahan status pegawai dari posisi karir menjadi jabatan politik. “Jadwal F memungkinkan lembaga memecat pegawai karier tanpa alasan dan menggantinya dengan loyalis politik,” ungkap seorang sumber.
Peran penting dalam implementasi kebijakan ini akan diemban oleh Russell Vought, calon direktur Kantor Manajemen dan Anggaran, dan Sergio Gor, yang diusulkan memimpin kantor personalia Gedung Putih.
Selain itu, Trump juga menunjuk tokoh-tokoh lain seperti Pam Bondi sebagai calon Jaksa Agung, Kash Patel sebagai calon Direktur FBI, dan Marco Rubio sebagai calon Menteri Luar Negeri. Bahkan, nama-nama seperti Elon Musk dan Vivek Ramaswamy disebut akan memimpin efisiensi pemerintahan.
Namun, rencana ini menuai kritik. Para penentang menilai tidak ada bukti keberadaan deep state dan menganggap langkah ini sebagai strategi untuk memperkuat kekuasaan eksekutif.
Kritik: Menciptakan Budaya Takut
James Eisenmann, seorang pakar kebijakan tenaga kerja federal, menyebut Jadwal F dapat menciptakan budaya ketakutan di kalangan pegawai pemerintah. “Orang akan takut berbicara atau memberi saran yang bermanfaat karena khawatir dipecat. Rasa takut ini mengancam produktivitas dan inovasi,” ujarnya.
Steve Lenkart dari Federasi Nasional Pekerja Federal menambahkan, kebijakan ini berpotensi menciptakan “polisi rahasia” dalam pemerintahan. “Pegawai profesional akan diuji kesetiaannya, baik secara politik maupun profesional, dan yang tidak memenuhi syarat akan disingkirkan,” katanya.
Meski demikian, juru bicara tim transisi Trump, Brian Hughes, menegaskan bahwa pemerintahan baru akan berfokus pada membela kepentingan rakyat Amerika, memprioritaskan efisiensi, dan memastikan penggunaan anggaran pajak secara maksimal.
Ke depan, penerapan Jadwal F diperkirakan memakan waktu berbulan-bulan, mengingat prosedur peraturan federal yang harus dilalui.