JAKARTA – Penyanyi Armand Maulana memberikan klarifikasi terkait pemberitaan yang menyebutkan bahwa ada 29 penyanyi yang menggugat Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014. Dalam penjelasannya, Armand menegaskan bahwa tindakan tersebut bukanlah gugatan, melainkan sebuah uji materi atau judicial review terhadap undang-undang tersebut.
“Aku ingin meluruskan, kita bukan menggugat MK, itu sangat salah,” kata Armand pada Jumat, dilansir dari Kompas (14/3/2025).
Armand, yang juga tergabung dalam Vibrasi Suara Indonesia (VISI), menjelaskan bahwa sebagai warga negara, ia bersama rekan-rekannya memiliki hak konstitusional untuk mengajukan uji materi ke MK. Meskipun mereka bukan yang langsung mengajukan, hal itu diwakili oleh kuasa hukum mereka.
“Sebagai warga negara, kami berhak mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, tentu saja dengan bantuan pengacara yang mewakili kami,” ujar Armand.
Dia menambahkan, alasan mereka mengajukan uji materi adalah adanya masalah besar yang tengah melanda ekosistem musik Indonesia, khususnya perselisihan antara pencipta lagu dan penyanyi. Permasalahan ini muncul dari sengketa terkait royalti, terutama hak performa yang telah menimbulkan kesalahpahaman antara kedua pihak.
“Masalah yang kami soroti adalah sistem pengumpulan royalti yang tidak berjalan dengan baik. Intinya, masalah ini terletak pada proses pengumpulan royalti yang tidak sempurna,” terang Armand.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kontroversi ini memunculkan anggapan yang tidak adil, di mana penyanyi dianggap bertanggung jawab atas pembayaran royalti yang sebenarnya menjadi kewajiban pihak lain.
“Saat ini, penyanyi yang jadi merasa terpojok. Mereka bertanya-tanya, kenapa jadi kami yang harus bertanggung jawab?” tambah Armand.
VISI, melalui perwakilannya, telah mengajukan permohonan uji materi ke MK pada 10 Maret 2025. Dalam unggahan di akun Instagram mereka, VISI menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk memperjuangkan keadilan bagi seluruh pelaku industri musik di Indonesia.
“Kami ingin agar setiap pihak yang terlibat dalam industri musik di Indonesia mendapatkan perlakuan yang adil dan penghargaan setara atas kontribusinya,” tulis VISI.
Dalam permohonan tersebut, VISI mengajukan empat pertanyaan utama mengenai hak cipta dan sistem royalti di Indonesia, yang meliputi: apakah penyanyi harus meminta izin langsung dari pencipta lagu untuk hak performa, siapa yang secara hukum wajib membayar royalti, apakah pihak tertentu bisa memungut royalti di luar sistem yang ada, dan apakah wanprestasi pembayaran royalti termasuk kategori pidana atau perdata.