JAKARTA – Upaya pemberantasan korupsi dalam pengadaan lahan untuk proyek hunian rakyat akhirnya membuahkan hasil tegas.
Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada (TEP), Donald Sihombing, dijatuhi hukuman enam tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta atas keterlibatannya dalam skandal korupsi lahan di kawasan Rorotan, Jakarta Utara.
Proyek ini merupakan bagian dari program rumah down payment (DP) nol persen milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Majelis hakim yang diketuai Rios Rahmanto menyatakan bahwa Donald terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dalam proses pengadaan tanah tersebut.
Selain vonis penjara, ia juga dikenakan denda sebesar Rp300 juta dengan ancaman kurungan empat bulan jika tidak dibayar.
Lebih jauh lagi, Donald diwajibkan mengembalikan kerugian negara sebesar Rp11,9 miliar, dan apabila tidak mampu membayar, hukumannya akan diperpanjang tiga tahun penjara.
“Terdakwa terbukti secarah sah dan meyakinkan. Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” kata Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto di persidangan Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (25/6/2025).
Pihak kuasa hukum Donald, Heber Sihombing, menyambut putusan dengan penuh pertimbangan.
Ia menyatakan akan mengevaluasi opsi banding dalam waktu dekat, namun mengapresiasi keputusan hakim yang menurunkan nilai uang pengganti jauh dari tuntutan awal.
“Kami pikir-pikir dulu,” ujarnya. Ia melanjutkan, “Hakim sangat bijaksana dalam memutus pembayaran uang pengganti sebesar Rp11,9 miliar jauh dari tuntutan jaksa sebesar Rp208,1 miliar.”
Kasus ini juga menjerat dua nama penting lainnya dari jajaran PT TEP. Komisaris perusahaan, Saut Irianto, diganjar hukuman lima tahun penjara serta denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan.
Ia juga harus membayar kerugian negara sebesar Rp2,4 miliar atau menjalani tambahan hukuman dua tahun penjara.
Adapun Direktur Keuangan PT TEP, Eko Wardoyo, turut divonis empat tahun penjara, denda Rp300 juta subsider empat bulan, dan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp2,4 miliar. Jika gagal membayar, Eko akan menjalani tambahan hukuman tiga tahun kurungan.
Vonis ini menjadi preseden penting bagi penegakan hukum atas penyimpangan dana publik dalam sektor perumahan rakyat.
Pengadilan Tipikor menegaskan bahwa setiap praktik korupsi yang mengorbankan hak dasar masyarakat untuk mendapat tempat tinggal layak, tak akan ditoleransi.***