JAKARTA – Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, menegaskan bahwa Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) tidak bertujuan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI seperti di era Orde Baru. Ia meminta masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang menyebut revisi ini akan membawa Indonesia kembali ke masa militerisme.
“Kalau TNI ditakutkan akan kembali seperti zaman Orde Baru, saya udah usia 60 tahun, supaya dipahami, di dunia ini enggak ada yang bisa membalikkan jarum jam. Semangat zamannya beda,” kata Utut dalam keterangannya, Minggu (16/3/2025).
Salah satu poin dalam revisi ini adalah perluasan penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga tertentu. Namun, Utut memastikan bahwa kebijakan ini bersifat selektif dan terbatas, sehingga tidak semua kementerian atau lembaga bisa diisi oleh prajurit TNI aktif.
Utut menjelaskan bahwa penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga akan dilakukan hanya jika ada permintaan resmi dari kementerian terkait atau atas kebijakan Presiden.
Ia juga menekankan bahwa Presiden memiliki kewenangan tertinggi dalam pemerintahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UUD 1945.
“Apakah semua diri yang diisi tentara, ya enggak. Ini kan atas permintaan kementerian, atau misalnya presiden. Presiden itu kan memang istimewa. Di Pasal 10 Undang-Undang Dasar, presiden itu pemegang kekuasaan tertinggi. Apa tuh kekuasaan? Pasal 33 Indonesia, semua judulnya dikuasai oleh negara,” jelas Utut.
Selain itu, ia memastikan bahwa revisi UU TNI akan dibahas secara cermat, hati-hati, dan profesional.
Ada tiga isu utama yang menjadi fokus dalam revisi ini, yaitu kedudukan TNI dan Kementerian Pertahanan, penempatan prajurit aktif, serta usia pensiun prajurit TNI.
“Kalau ditanya klasternya tiga, soal kedudukan Kemhan dan TNI, kemudian soal lingkup baru yang TNI boleh tetap aktif, terus yang terakhir soal usia prajurit. Tiga itu, enggak ada yang lain,” tegas Utut.
Dengan demikian, DPR berharap polemik yang berkembang di masyarakat terkait revisi UU TNI bisa diredam, karena kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat profesionalisme dan efektivitas TNI dalam menjaga keamanan nasional.***