JAKARTA – Menghadapi puncak konsumsi selama Ramadan dan Idulfitri 2025, sektor pangan nasional berhasil menjaga kestabilan harga komoditas pokok.
Kepala Badan Pangan Nasional (NFA), Arief Prasetyo Adi, mengungkapkan keberhasilan ini tak lepas dari kolaborasi lintas sektor yang terjalin kuat.
Lewat acara halalbihalal bersama para pemangku kepentingan pangan, Arief memberikan apresiasi mendalam terhadap kerja sama yang telah berjalan efektif sejak jauh hari sebelum bulan puasa.
“Silaturahmi kita selama ini tentunya menghubungkan hulu hingga hilir, kemudian masyarakat luas juga.”
“Saya mau terima kasih atas nama Badan Pangan Nasional, karena jauh-jauh hari sebelum Puasa dan Lebaran yang peak season, itu kita semua bersama-sama mempersiapkannya,” kata Arief dalam pertemuan yang digelar Selasa (8/4/2025) di Jakarta.
Ia menyebut keberhasilan menjaga harga pangan stabil adalah hasil dari kerja bareng Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kemendag, hingga BUMN dan pelaku usaha.
Hasil nyata dari sinergi ini terlihat pada data harga pangan selama Ramadan dan Idulfitri yang turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Harga Komoditas Turun
Selama Ramadan dan Idulfitri 2025 yang berlangsung pada 1–31 Maret, masyarakat mendapatkan keuntungan dari harga pangan yang lebih rendah.
Berdasarkan catatan NFA, beras medium mengalami penurunan 3,89 persen dari Rp14.253 menjadi Rp13.699 per kilogram.
Begitu pula beras premium, yang turun 5,34 persen dari Rp16.427 menjadi Rp15.549 per kilogram.
Komoditas lainnya juga mencatat tren penurunan. Harga jagung untuk peternak merosot tajam sebesar 28,09 persen menjadi Rp6.200 per kilogram.
Daging ayam ras dan telur ayam ras masing-masing turun 5,47 persen dan 6,82 persen.
Harga cabai merah keriting dan daging sapi juga terkoreksi meski tipis, masing-masing 0,78 persen dan 0,49 persen.
“Di sisi hilir memang harus dijaga harganya. Daya belinya sesuai harga acuan yang diberikan oleh Badan Pangan Nasional.”
“Itu memang sudah disiapkan berdasarkan cost structure. Jadi kalau masih dekat dari harga acuan, itu tidak apa-apa,” jelas Arief.
Inflasi Terkendali
Kepala NFA menekankan pentingnya menjaga keseimbangan harga antara produsen dan konsumen.
Bila harga turun terlalu tajam, pemerintah siap turun tangan menstabilkan agar tidak merugikan pihak manapun dan inflasi tetap terkendali.
“Kebalikannya, pada saat harga itu di bawah 5-10 persen, itu tugas pemerintah juga untuk membantu penstabilan supaya seimbang antara hulu dan hilir.”
“Ini supaya inflasi terjaga positif. Alhamdulillah inflasi kita di Maret lalu, terkendali dan bergerak mendekati target pemerintah,” ungkapnya.
Data BPS menunjukkan inflasi Maret 2025 tetap positif dan stabil. Inflasi umum tercatat 1,65 persen secara bulanan dan 1,03 persen secara tahunan.
Khusus inflasi pangan, tercatat hanya 0,37 persen secara tahunan dan 1,96 persen bulanan—jauh lebih baik dari Maret 2024 yang menembus 10,33 persen tahunan dan 2,16 persen bulanan.
Swasembada dan Hilirisasi Pangan Jadi Prioritas
Melihat keberhasilan tahun ini, Arief menyoroti pentingnya memperkuat program swasembada dan hilirisasi pangan sesuai visi Asta Cita. Langkah konkret seperti peningkatan harga Gabah Kering Panen (GKP) juga dinilai berhasil menyejahterakan petani dan menstimulasi produksi.
“Termasuk harga GKP (Gabah Kering Panen) sekarang, itu merupakan perjuangan kita semua yang dulu mulai Rp 4.200. Lalu jadi Rp 5.000, Rp 5.500, dan hari ini di Rp 6.500.”
“Ini ternyata bisa kita kerjakan bareng-bareng. Setelah ini kita reviu bagaimana harga di end customer karena nanti akan turut berpengaruh pada daya beli masyarakat dan inflasi juga. Kalau sekarang harga masih bisa baik,” tutup Arief.
Dukungan penuh terhadap langkah menjaga stabilitas harga pangan juga ditegaskan Presiden Prabowo Subianto.
“Saya ingin jadi Presiden, ingin jadi pemimpin yang berhasil menurunkan harga pangan untuk rakyat Indonesia. Itu keinginan saya. Kita akan bahagia kalau rakyat kita senyum, kita akan bahagia kalau para petani kita makmur,” tegasnya saat kunjungan ke Majalengka (7/4/2025).***