JAKARTA – Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin membuka kemungkinan penerapan hukuman mati bagi tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak PT Pertamina. Keputusan ini akan bergantung pada hasil penyidikan yang sedang dilakukan.
“Kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyidikan,” tegas Burhanuddin di Kantor Kejagung, Jakarta.
Aturan hukuman mati untuk koruptor sebenarnya telah diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Pasal tersebut menyatakan bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan jika tindak pidana korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu.
Keadaan tertentu yang dimaksud meliputi situasi ketika negara dalam keadaan bahaya, terjadi bencana alam nasional, pelaku merupakan residivis, atau saat negara sedang mengalami krisis ekonomi dan moneter.
Kasus korupsi tata kelola minyak Pertamina yang sedang diselidiki Kejaksaan Agung terjadi pada periode 2018-2023. Menariknya, para tersangka diduga melakukan aksinya pada 2020, saat Indonesia dilanda pandemi Covid-19.
Burhanuddin menegaskan, penyidik akan menelusuri apakah tindak pidana tersebut benar-benar terjadi selama masa pandemi. Jika ditemukan bukti yang memberatkan, para tersangka berpeluang dihukum mati.
“Kita akan melihat dulu apakah ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi Covid-19 dia (tersangka) melakukan perbuatan itu, dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat, bahkan dalam kondisi yang demikian bisa-bisa hukuman mati,” jelasnya.
Siapa Saja Tersangka dalam Kasus Ini?
Kejaksaan Agung saat ini sedang mengusut dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, subholding, dan KKKS pada periode 2018-2023. Sebanyak 9 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Berikut daftar tersangka yang terlibat:
1. Riva Siahaan – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
2. Yoki Firnandi – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
3.Sani Dinar Saifuddin– Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional
4. Muhammad Kerry Andrianto Riza – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
5. Agus Purwono – Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina Internasional
6. Gading Ramadhan – Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
7.Dimas Werhaspati – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim Nusantara
8. Maya Kusmaya – Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga
9. Edward Corne – VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga
Kerugian Negara yang Ditanggung
Kejaksaan Agung masih menghitung total kerugian negara dalam kasus ini. Namun, diperkirakan kerugian bisa melebihi Rp193,7 triliun . Angka tersebut baru mencakup perhitungan kerugian pada tahun 2023, sementara kasus yang diselidiki mencakup periode 2018-2023.
Dengan potensi hukuman mati yang mengintai, kasus ini menjadi sorotan publik dan menjadi ujian besar bagi penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam memberantas korupsi di sektor strategis seperti energi.