TRIPOLI, LIBYA – Baku tembak sengit meletus antara kelompok-kelompok milisi bersenjata. Konflik ini dipicu oleh kematian pemimpin milisi berpengaruh Stability Support Authority (SSA) Abdel Ghani Al Kikli, yang lebih dikenal sebagai Gheniwa
Peristiwa ini mengguncang kota dan memaksa warga berlindung di tengah suara tembakan dan ledakan yang menggema.
Eskalasi Kekerasan di Jantung Tripoli
Bentrokan bersenjata terjadi di sejumlah distrik di Tripoli dan menciptakan ketegangan yang belum mereda hingga Selasa pagi (13/5/2025). Menurut laporan, konflik bermula setelah kematian Al Kikli, figur sentral yang memiliki pengaruh besar di Tripoli. Perselisihan antara SSA dan kelompok milisi lain, termasuk faksi dari wilayah Misrata, menjadi pemicu utama kekacauan ini.
“Warga melaporkan suara tembakan dan ledakan hebat di beberapa lingkungan sekitar pukul 21.00 waktu setempat,” demikian laporan dari iNews.id. Suasana semakin tegang ketika pihak berwenang memberlakukan lockdown di seluruh kota untuk meredam situasi. Namun, upaya ini gagal menahan eskalasi, dengan pertempuran justru menyebar ke lebih banyak wilayah.
Tripoli di Ujung Tanduk
Kematian Al Kikli bukan sekadar kehilangan seorang pemimpin, tetapi juga mencerminkan ketegangan politik dan kekuasaan di Libya. Sebagai kepala SSA, Al Kikli dikenal memiliki jaringan kuat, namun juga sering bersitegang dengan kelompok bersenjata lainnya.
“Dia merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh di Tripoli yang baru-baru ini berselisih dengan beberapa kelompok lainnya, termasuk faksi di wilayah Misrata,” tulis iNews.id.
Media sosial, khususnya platform X, ramai membahas krisis ini. Salah satu unggahan menyebutkan, “Pasukan dari Brigade ke-111 menguasai salah satu kamp Aparat Stabilitas dan Dukungan di ibu kota Libya, Tripoli, setelah terbunuhnya komandannya.” Laporan lain menyebutkan bahwa Tripoli kini dalam status darurat, dengan warga diminta tetap di rumah untuk menghindari bahaya.
Di tengah kekacauan, warga Tripoli terpaksa menahan napas. Suara tembakan yang tak henti dan ledakan besar di malam hari membuat banyak keluarga memilih mengungsi atau bersembunyi di rumah.
“Kami tidak tahu kapan ini akan berakhir. Semua orang ketakutan,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya, mencerminkan kecemasan yang melanda kota.
Pemerintah Libya berupaya keras mengendalikan situasi, tetapi tantangan besar masih menghadang. Lockdown yang diberlakukan tampaknya belum mampu meredakan amarah kelompok-kelompok bersenjata yang kini saling berhadapan.
Latar Belakang Konflik Libya
Libya telah lama dilanda instabilitas sejak jatuhnya rezim Muammar Gaddafi pada 2011. Berbagai kelompok milisi, yang sering kali didukung oleh kekuatan asing, bersaing untuk menguasai wilayah dan sumber daya. Tripoli, sebagai pusat pemerintahan, kerap menjadi medan pertempuran antar faksi yang berebut pengaruh. Kematian Al Kikli tampaknya menjadi percikan baru yang dapat memperburuk situasi rapuh ini.
Hingga kini, baku tembak di Tripoli masih berlangsung. Laporan terbaru menunjukkan bahwa kelompok-kelompok bersenjata terus saling serang.
Dunia internasional kini memantau situasi ini dengan cermat, mengingat Libya adalah salah satu produsen minyak penting di kawasan. Ketidakstabilan di Tripoli berpotensi mengganggu pasokan energi global, sekaligus memperdalam krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.