JAKARTA – Kurs rupiah terhadap dolar AS menguat tipis pada Selasa (4/2/2025), memimpin apresiasi mata uang di kawasan Asia.
Berdasarkan data Bloomberg, kurs rupiah ditutup di level Rp16.351 per dolar AS, naik 97 poin atau 0,59 persen.
Penguatan ini menjadikan rupiah sebagai mata uang dengan performa terbaik di kawasan.
Peso Filipina terapresiasi 0,56 persen, ringgit Malaysia naik 0,51 persen, dolar Australia 0,42 persen, sementara dolar Singapura dan dolar Taiwan masing-masing menguat 0,27 persen dan 0,25 persen.
Sebaliknya, yen Jepang dan yuan China justru melemah terhadap dolar AS, turun masing-masing 0,33 persen dan 0,05 persen.
Sentimen Eksternal Dominan
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menyebut bahwa penguatan rupiah dipicu oleh sentimen eksternal, terutama kebijakan perdagangan Amerika Serikat.
“Baik Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau maupun Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum mengatakan mereka telah sepakat untuk memperkuat upaya penegakan hukum perbatasan sebagai tanggapan atas tuntutan Trump untuk menindak tegas imigrasi dan penyelundupan narkoba,” ujar Ibrahim dalam risetnya, Selasa (4/2/2025).
Presiden AS Donald Trump menunda rencana penerapan tarif dagang terhadap Kanada dan Meksiko, memberikan sentimen positif bagi pasar keuangan. Meski demikian, tarif 10 persen terhadap barang impor dari China masih akan tetap diberlakukan.
Sementara itu, pelemahan dolar AS juga dipicu oleh keputusan penundaan tarif sebesar 25 persen selama 30 hari dan kebijakan tarif 10 persen terhadap impor energi dari Kanada yang seharusnya mulai berlaku pada Selasa ini.
Sentimen lain yang memengaruhi pergerakan rupiah adalah kekhawatiran terhadap kebijakan suku bunga tinggi AS dalam jangka panjang. Data inflasi indeks harga PCE yang kuat pekan lalu semakin memperkuat ekspektasi bahwa suku bunga AS akan tetap tinggi lebih lama.
Trump dikabarkan akan segera berbicara dengan Presiden China, Xi Jinping, dalam waktu dekat terkait kebijakan tarif impor. Gedung Putih menegaskan bahwa bea masuk 10 persen untuk semua barang China akan mulai berlaku pada Selasa ini.
Dengan dinamika global yang masih fluktuatif, pelaku pasar akan terus mencermati kebijakan ekonomi AS serta respons China terhadap kebijakan tarif tersebut.***