JAKARTA – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sekolah gratis, penggratisan biaya pendidikan SD dan SMP menuai berbagai tanggapan, termasuk dari kalangan legislatif.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, memastikan bahwa putusan MK tidak dimaksudkan melemahkan pendidikan swasta, melainkan menjadi peluang memperkuat akses pendidikan merata di Indonesia.
Hetifah menegaskan bahwa partisipasi sekolah swasta tetap sangat penting dalam sistem pendidikan nasional.
Menurutnya, lembaga swasta telah memiliki jejak panjang dalam mencerdaskan bangsa dan selama ini turut mendapatkan dukungan dana operasional sekolah (BOS) yang besarnya setara dengan sekolah negeri.
Lebih lanjut, legislator dari Fraksi Partai Golkar itu menjelaskan bahwa sekolah swasta tidak bersifat seragam.
Ada lembaga yang masuk kategori premium dan mampu membiayai sendiri kebutuhan operasionalnya, sementara sekolah swasta di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) justru sangat bergantung pada bantuan negara dan perlu mendapatkan perhatian lebih.
Pemerintah melalui Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan untuk menggratiskan biaya pendidikan di jenjang SD dan SMP.
Namun, sebagian masyarakat mengkhawatirkan dampak kebijakan tersebut terhadap kelangsungan pendidikan swasta.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menegaskan bahwa keputusan ini bukanlah upaya untuk mengurangi kontribusi sektor swasta dalam dunia pendidikan.
“Saya kira ini bukan untuk melemahkan partisipasi swasta, apalagi menghilangkannya sama sekali,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Kemendikti Saintek, Jakarta (2/6/2025).
Hetifah menekankan bahwa selama ini, baik sekolah negeri maupun swasta memperoleh alokasi dana BOS dengan skema yang setara.
Ia juga menjelaskan bahwa sekolah swasta sangat beragam dalam struktur dan kapasitasnya.
Ada lembaga pendidikan yang bersifat elite atau premium, dan ada pula yang beroperasi secara sederhana di pelosok negeri.
“Sekolah-sekolah seperti ini mungkin hanya tergantung kepada dana BOS sehingga pelayanannya di bawah standar,” katanya menyoroti kondisi sekolah swasta di wilayah 3T yang butuh perhatian khusus.
Terkait kekhawatiran publik mengenai kemungkinan sekolah swasta akan “dinegerikan”, Hetifah menampik asumsi tersebut.
“Putusan MK juga tidak bertujuan ‘menegerikan’ sekolah swasta, yang umumnya mencari sendiri sumber pendanaannya,” ucapnya.
Dalam hal ini, menurutnya, fasilitas memang lebih menguntungkan sekolah negeri.
Guru-guru yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN), penggunaan lahan pemerintah, serta pembangunan sarana yang diprioritaskan adalah keunggulan yang tidak bisa dimiliki oleh sekolah swasta.
Meski demikian, Hetifah melihat keputusan MK sebagai momentum bagi pemerintah untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif tanpa mengabaikan kontribusi swasta.
“Sehingga tidak ada kesan mengurangi partisipasi pendidikan swasta,” tegasnya.***