SEOUL,KORSEL – Mantan Presiden Yoon Suk Yeol resmi didakwa atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan terkait deklarasi darurat militer kontroversial pada 3 Desember 2024. Dakwaan ini menambah daftar panjang skandal yang menjerat Yoon pasca-lengser dari kursi kepresidenan, menyita perhatian publik dan memicu gelombang diskusi di media sosial.
Kronologi Kasus yang Mengguncang Korsel
Kisah ini bermula ketika Yoon, yang baru menjabat sekitar dua tahun, mengumumkan darurat militer pada Desember 2024.
Keputusan ini, yang disebutnya sebagai upaya “melindungi negara dari kekuatan anti-negara,” justru memicu kekacauan politik. Dalam waktu kurang dari 12 jam, parlemen Korsel mencabut deklarasi tersebut, dan Yoon pun menjadi sasaran kritik tajam.
“Mengingat dampak negatif yang serius dan konsekuensi yang luas dari pelanggaran konstitusional terdakwa, (Kami) memberhentikan terdakwa Presiden Yoon Suk Yeol,” ujar Penjabat Ketua Mahkamah Konstitusi Korsel, Moon Hyung-bae, dalam putusan pemakzulan pada 4 April 2025.
Tak berhenti di situ, jaksa Korsel menetapkan Yoon sebagai tersangka pada 10 Desember 2024 atas dugaan pengkhianatan dan penyalahgunaan wewenang. Penyelidikan yang dipimpin oleh Park Se Hyun, Kepala Tim Penyelidikan Khusus Kejaksaan, mengungkap banyaknya pengaduan publik yang menjadi dasar dakwaan. Yoon bahkan sempat ditahan pada Januari 2025, meski kemudian dibebaskan pada Maret karena alasan prosedural.
Dakwaan Baru dan Sorotan Publik
Kini, Yoon kembali menjadi pusat perhatian dengan dakwaan penyalahgunaan kekuasaan. Jaksa menilai tindakan Yoon mengirim pasukan bersenjata ke parlemen untuk mencegah penolakan deklarasi darurat militer melanggar netralitas politik angkatan bersenjata.
“Yoon mengerahkan pasukan untuk tujuan politik dan menyebabkan tentara yang telah mengabdi kepada negara dengan misi keamanan nasional berhadapan dengan warga sipil,” demikian pernyataan Mahkamah Konstitusi.
Skandal ini tak hanya mencoreng nama Yoon, tetapi juga memperdalam polarisasi di Korsel. Di luar kediamannya, ratusan pendukung setia Yoon berunjuk rasa, beberapa di antaranya menangis saat putusan pemakzulan diumumkan. Namun, di sisi lain, banyak warga Korsel yang menyambut gembira keputusan tersebut, melihatnya sebagai kemenangan demokrasi.
“Putusan ini adalah kemenangan besar bagi rakyat,” kata perwakilan Partai Demokrat, partai oposisi utama, kepada kantor berita Yonhap.
Gejolak Politik dan Masa Depan Korsel
Pemakzulan Yoon telah mengubah lanskap politik Korsel. Mahkamah Konstitusi memerintahkan pemilihan presiden darurat yang dijadwalkan pada 3 Juni 2025, dengan kandidat oposisi Lee Jae Myung sebagai favorit.
Sementara itu, Perdana Menteri Han Duck-soo menjabat sebagai presiden sementara hingga presiden baru terpilih.
Kasus Yoon juga menambah daftar panjang skandal politik di Korsel. Sebelumnya, mantan Presiden Moon Jae-in didakwa atas korupsi terkait pengangkatan menantunya di sebuah maskapai penerbangan. Kini, Yoon menghadapi tuduhan serupa, termasuk dugaan keterlibatan istrinya, Kim Keon Hee, dalam penerimaan hadiah mewah melalui seorang dukun kontroversial. Penggeledahan rumah Yoon pada 30 April 2025 menjadi bukti bahwa penyelidikan masih berlanjut.
Dampak dan Harapan ke Depan
Skandal ini tak hanya soal Yoon, tetapi juga tentang kepercayaan publik terhadap institusi politik Korsel.
“Saya merasa penuh harapan sekaligus cemas tentang masa depan negara ini,” ungkap Haeson Song, warga Seoul berusia 30 tahun, kepada BBC.
Meski Yoon telah meminta maaf kepada pendukungnya, mengatakan, “Saya sangat menyesal tidak dapat memenuhi harapan,” banyak pihak menilai langkahnya terlambat. Korsel kini bersiap menghadapi babak baru, dengan harapan pemimpin berikutnya mampu mempersatukan bangsa yang terbelah.
Dengan dakwaan ini, Yoon Suk Yeol mencatatkan namanya sebagai salah satu presiden Korsel dengan akhir masa jabatan paling dramatis.