JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid berkomitmen untuk mengambil tindakan nyata dalam menangani masalah tersebut. Dalam upaya mengatasi ancaman banjir,
Nusron memerintahkan satuan kerja (Satker) di bawah kementeriannya, seperti Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten/Kota, untuk melakukan peninjauan kawasan sekitar daerah aliran sungai (DAS). Langkah ini dianggap sebagai strategi preventif untuk mengurangi potensi bencana banjir.
Pentingnya Peninjauan Kawasan Sempadan Sungai
Dalam Rapat Pimpinan (Rapim) di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, pada Rabu (19/03/2025), Nusron Wahid memberikan arahan tegas mengenai peninjauan kawasan sempadan sungai. Menurutnya, pengecekan ini akan menjadi dasar untuk menyelesaikan masalah banjir secara lebih konkret.
“Peninjauan kawasan sempadan sungai ini harus dilakukan secara serius. Jika ada alas hak yang sudah ada, kita harus pertimbangkan untuk membatalkannya dan segera melakukan normalisasi,” ujar Nusron Wahid.
Selain itu, Nusron mengingatkan pentingnya kajian ulang terhadap sejumlah kawasan strategis, seperti Jabodetabek-Punjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur) hingga Semarang-Demak, yang rawan terjadinya banjir. Ia menekankan perlunya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang matang sebelum diubah menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Peran Kementerian ATR/BPN dalam Pengawasan dan Koordinasi
Tentu saja, Nusron Wahid tidak bekerja sendiri. Dalam rapat tersebut, ia didampingi oleh Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Ossy Dermawan, serta para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama Kementerian ATR/BPN. Kolaborasi ini menunjukkan keseriusan lembaga tersebut dalam menangani isu banjir, yang masih menjadi ancaman besar bagi sejumlah daerah.
Meskipun instruksi ini terdengar menjanjikan, tantangan sebenarnya terletak pada pelaksanaan di lapangan. Peninjauan DAS dan normalisasi sempadan sungai bukanlah ide baru. Namun, kebijakan semacam ini sering kali terhambat oleh birokrasi dan kepentingan lainnya. Terlebih lagi, kawasan seperti Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta yang sering dilanda banjir membutuhkan tindakan yang lebih konkret dan efektif.
Seiring waktu, publik akan mengamati apakah kebijakan ini akan benar-benar memberikan solusi nyata atau sekadar menjadi instruksi tanpa dampak signifikan. Yang pasti, Nusron Wahid dan jajaran ATR/BPN harus menunjukkan bahwa langkah ini lebih dari sekadar wacana.