JAKARTA – Buronan kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, menolak diekstradisi ke Indonesia dan mengajukan penangguhan penahanan di pengadilan Singapura, memicu reaksi keras dari DPR RI yang menuntut pemerintah bertindak tegas dan tidak tunduk pada manuver hukum seorang buronan.
“Kami mengecam upaya penghindaran hukum oleh tersangka kasus e-KTP ini. Ini bukan hanya soal korupsi, tapi sudah menyentuh kedaulatan hukum negara. Negara tidak boleh kalah oleh buronan yang telah merugikan negara,” tegas Anggota Komisi III DPR RI, Mafirion.
Mafirion menekankan bahwa keberhasilan mengekstradisi Tannos akan menjadi bukti keseriusan Indonesia dalam memerangi korupsi.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Hukum dan HAM, telah bergerak cepat sejak 20 Februari 2025, mengajukan permohonan ekstradisi kepada otoritas Singapura.
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, Widodo, mengungkapkan bahwa Tannos saat ini masih ditahan di Changi Prison sambil menunggu sidang pendahuluan pada 23–25 Juni 2025.
“Pihak Kamar Jaksa Agung atau Attorney-General’s Chambers (AGC) Singapura atas permintaan pemerintah RI terus berupaya untuk melakukan perlawanan terhadap permohonan Paulus Tannos tersebut,” ujar Widodo.
Diplomasi Ketat demi Kehormatan Negara
Proses ekstradisi ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga pertaruhan wibawa Indonesia sebagai negara berdaulat. Mafirion menegaskan bahwa pemerintah harus menggencarkan diplomasi dengan Singapura, baik melalui jalur hukum maupun diplomatik, untuk memastikan Tannos tidak lolos dari jeratan hukum.
“Jika buronan korupsi dibiarkan bebas bermanuver di luar negeri, maka yang dipertaruhkan adalah kehormatan kita sebagai bangsa berdaulat,” katanya dengan nada tegas.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, memastikan bahwa permohonan penangguhan penahanan Tannos belum disetujui oleh otoritas Singapura.
“Terinformasi pengajuan penangguhan Tannos belum disetujui,” ujarnya, memberikan harapan bahwa proses ekstradisi masih berpeluang besar untuk berhasil.
Sidang Penentu di Singapura
Sidang pendahuluan atau committal hearing pada Juni mendatang menjadi momen krusial yang akan menentukan nasib Tannos. Jika hakim di Singapura menolak permohonan penangguhannya, peluang untuk memulangkan buronan ini ke Indonesia semakin terbuka lebar.
Pemerintah Indonesia, bekerja sama dengan KPK, Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Luar Negeri, terus memastikan semua dokumen hukum telah lengkap dan meyakinkan.
Willy, seorang anggota DPR lainnya, menambahkan bahwa diplomasi intensif sangat penting dalam kasus ini. “Tannos terus berupaya lari dari tanggung jawabnya. Pemerintah harus agresif mengawal proses ini,” ujarnya.
Pertaruhan Melawan Korupsi
Kasus korupsi e-KTP yang menjerat Tannos bukanlah kasus biasa. Proyek ini merugikan negara dalam jumlah fantastis, dan keberhasilan memulangkan Tannos akan menjadi simbol komitmen Indonesia dalam pemberantasan korupsi. DPR mendesak pemerintah untuk tidak lengah dan terus menekan otoritas Singapura agar proses ekstradisi berjalan mulus.
“Keberhasilan membawa pulang Paulus Tannos akan menjadi bukti bahwa Indonesia benar-benar serius dalam memerangi korupsi tanpa kompromi,” pungkas Mafirion