JAKARTA – Konflik panas antara Elon Musk dan Donald Trump memuncak dengan langkah mengejutkan dari Musk yang mengusulkan pembentukan partai baru bernama “America Party”.
Perseteruan ini menandai babak baru dalam politik Amerika Serikat (AS), menyusul perbedaan tajam terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) pengeluaran pemerintah yang diusulkan Trump.
Awal Mula Perseteruan Elon Musk vs Donald Trump
Pertikaian antara Donald Trump dan Elon Musk bermula dari ketidaksepakatan terkait RUU pengeluaran negara. Elon Musk, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE), menyebut rancangan tersebut tidak sejalan dengan misinya untuk memangkas anggaran dan mendorong efisiensi birokrasi. Ia pun mengundurkan diri dari jabatannya pada akhir Mei 2025.
Setelah mundur, Musk semakin lantang menyuarakan kritik terhadap Trump dan Partai Republik melalui media sosial X. Dalam salah satu unggahan, ia bahkan menyebut RUU itu sebagai “aib” yang memperburuk defisit anggaran nasional.
Menanggapi hal itu, Trump memberikan pernyataan tegas. “Saya sangat kecewa dengan Elon. Saya telah banyak membantu Elon, dia tahu setiap aspek dari RUU ini, dan dia tidak pernah punya masalah sampai setelah dia pergi,” kata Trump.
“America Party”: Visi Politik Baru Elon Musk
Dalam situasi memanas, Elon Musk meluncurkan wacana pembentukan partai baru bernama “America Party”. Ia menyebutnya sebagai bentuk aspirasi warga AS yang menginginkan alternatif dari dominasi dua partai besar.
“Orang-orang telah berbicara. Sebuah partai politik baru dibutuhkan di Amerika,” ujar Musk melalui akun X-nya. Jajak pendapat yang ia buat menunjukkan bahwa 80% pengikutnya mendukung gagasan tersebut.
Menurut Musk, partai ini ditujukan untuk mewakili 80% warga AS yang memiliki kecenderungan politik moderat. Langkah ini secara terang-terangan menjadi ancaman terhadap dominasi Partai Republik dan Demokrat di panggung politik AS.
Dampak Politik dan Ancaman Ekonomi
Konflik ini tidak hanya berdampak pada arena politik, tetapi juga berpotensi memengaruhi hubungan bisnis Musk. Trump dikabarkan mempertimbangkan pemutusan kontrak pemerintah dengan perusahaan milik Musk seperti Tesla dan SpaceX.
Analis politik memperingatkan bahwa langkah Musk menghadirkan risiko besar. “Ini adalah jalan yang berpotensi sangat berbahaya,” ujar analis Dan Ives, mengomentari potensi kegagalan akibat sistem politik dua partai yang sudah mengakar kuat di AS.
Di sisi lain, manuver politik Musk memicu reaksi global. Dmitry Rogozin, mantan kepala Roscosmos dari Rusia, bahkan menawarkan Musk suaka politik. “Elon @elonmusk, jangan sedih! Anda dihormati di Rusia… datang kemari dan jadi bagian dari kami,” tulis Rogozin lewat akun X.
Dari Sekutu Menjadi Lawan Politik
Hubungan Musk dan Trump sebelumnya sangat erat. Musk diketahui menyumbang lebih dari USD260 juta untuk kampanye Trump di Pilpres 2024 dan kerap terlihat mendampingi sang presiden dalam berbagai acara penting.
Namun, keretakan terjadi cepat. Trump secara terbuka meragukan adanya rekonsiliasi, dengan mengatakan bahwa hubungan mereka “mungkin tidak akan kembali seperti dulu.”
Masa Depan “America Party”: Tantangan dan Potensi
Usulan pembentukan “America Party” menandakan transformasi Elon Musk dari tokoh teknologi menjadi aktor politik. Meskipun peluangnya untuk sukses masih penuh tantangan, terutama karena regulasi pemilu yang ketat, wacana ini telah mengguncang diskusi publik mengenai masa depan sistem politik AS.
Dengan pengaruh besar di media sosial X dan dukungan finansial yang kuat, Musk berpotensi menciptakan pergeseran signifikan dalam lanskap politik Amerika.
Apakah “America Party” akan menjadi gerakan politik besar atau hanya manuver taktis? Waktu yang akan menjawab. Yang pasti, perseteruan Elon Musk dan Donald Trump telah membuka babak baru dalam dinamika politik AS yang terus memanas.