ST. PETERSBURG – Dalam penampilan perdananya di Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg (SPIEF) 2025, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan pencapaian luar biasa di sektor ketahanan pangan nasional.
Ia mengaitkan kemajuan ini langsung dengan pelaksanaan reformasi regulasi serta penindakan tegas terhadap praktik korupsi yang selama ini membelit sektor pertanian.
Langkah-langkah deregulasi yang dijalankan secara agresif sejak awal pemerintahannya disebut berhasil memangkas hambatan birokrasi dan membuka jalan bagi peningkatan produksi pangan yang masif.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa hasil ini bukanlah kebetulan, melainkan buah dari keputusan politik yang berpihak pada kepentingan nasional dan petani.
“Dalam tujuh bulan pemerintahan saya, produksi beras dan jagung meningkat sekitar 50%—angka peningkatan terbesar dalam sejarah Indonesia,” kata Presiden Prabowo di hadapan para pemimpin dunia, pejabat tinggi, dan pelaku bisnis internasional, Jumat (20/6).
Presiden menyebut strategi utamanya adalah deregulasi dan pemberantasan korupsi di sektor pangan.
Ia menjelaskan bahwa proses pelonggaran aturan yang sebelumnya dianggap menghambat, kini menjadi kunci dalam mempercepat pertumbuhan produksi.
“Upaya ini dilakukan dengan deregulasi, memangkas regulasi yang menghambat, dan pemberantasan korupsi tegas. Hasilnya sudah terlihat,” ujarnya.
Tak hanya mencetak rekor produksi, Presiden Prabowo juga mengungkap bahwa cadangan beras nasional kini mencapai titik tertinggi sepanjang masa, yakni 4,4 juta ton.
Menurutnya, capaian ini adalah langkah awal untuk mewujudkan cita-cita besar pemerintah dalam kurun empat tahun ke depan.
“Target kami dalam empat tahun: swasembada pangan dan menjadi pengekspor beras dan jagung,” tegas Presiden Prabowo.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa ketahanan pangan merupakan fondasi utama dari empat prioritas kebijakan nasional pemerintahannya.
Tiga agenda besar lainnya adalah kemandirian energi, transformasi sistem pendidikan, dan percepatan proses industrialisasi nasional.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo juga menggarisbawahi peran negara sebagai pengatur yang adil dalam sistem ekonomi modern.
Ia menyatakan pilihannya untuk memadukan semangat pasar bebas dengan kehadiran negara yang kuat demi mencegah ketimpangan dan memperkuat perlindungan sosial.
“Saya memilih jalan tengah: mengadopsi keunggulan kapitalisme… namun tetap menerapkan intervensi pemerintah untuk mengatasi kemiskinan dan kelaparan, serta melindungi yang lemah.”
Keberhasilan di bidang pangan ini, menurut Presiden, akan menjadi pondasi bagi peran global Indonesia yang lebih aktif.
Ia juga menyiratkan komitmen Indonesia untuk memainkan peran penting dalam kerja sama internasional, termasuk melalui BRICS dan kolaborasi strategis dengan New Development Bank.***