JAKARTA – Langkah Presiden Prabowo Subianto menaikkan gaji hakim, terutama untuk golongan terbawah hingga 280%, patut disebut sebagai terobosan keadilan struktural dalam sistem hukum Indonesia.
Demikian disampaikan pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, Ali Rif’an, Kamis (12/6/2025).
Menurutnya, selama ini, narasi soal peradilan identik dengan integritas dan independensi hakim. Namun, kenyataan di lapangan, terutama di daerah-daerah terpencil, menunjukkan bahwa kesejahteraan hakim masih menjadi titik rawan dalam sistem hukum kita.
“Iya tentu keputusan Presiden Prabowo dengan menaikkan gaji para hakim hingga 280% merupakan terobosan keadilan struktural penting bagi sistem hukum di Indonesia,” kata Ali Rif’an.
Ali menjelaskan, laporan investigasi Tempo pada Desember 2024 “Wakil Tuhan Mandi Air Hujan” dengan sangat gamblang membuka persoalan ini.
Seorang hakim muda asal Majalengka tak mampu mudik saat orang tuanya sakit karena, sebagaimana dikatakannya, “gajinya sebagai hakim tidak cukup.”
Hakim itu bertugas di Tarempa, Kepulauan Anambas dan sulit menemukan kontrakan yang layak dengan anggaran negara yang tersedia. Ia akhirnya tinggal di rumah berdinding kayu sewa Rp 1,6 juta per bulan.
Ada juga hakim lainnya, di Kuala Tungkal, Jambi yang harus mandi dengan air hujan yang ditampung di tandon karena tidak tersedia air bersih, bahkan rumah kontrakannya yang tak layak sering dimasuki ular dan biawak.
“Tentu saya melihat, dalam kondisi seperti itu, kenaikan gaji bukan soal memanjakan, melainkan soal menjaga harga diri dan kelayakan hidup hakim sebagai penjaga keadilan,” tambah Ali.
Artinya, Ali menjelaskan, kenaikan 280% untuk hakim junior bukanlah angka yang fantastis jika dibandingkan dengan beban tanggung jawab mereka.
Mereka memutus perkara triliunan rupiah dengan upah yang bahkan tak cukup untuk hidup layak.
“Presiden Prabowo melihat ini dengan jernih. Pidatonya di Mahkamah Agung pada 12 Juni 2025 yang mengatakan orang miskin dan orang kecil hanya bisa berharap pada hakim-hakim yang adil sangat menggugah hati,” terang Ali Rif’an.
Namun demikian, Ali Rif’an memberikan catatan bahwa kebijakan ini harus diikuti dengan penguatan kelembagaan dan pengawasan internal.
“Kenaikan gaji harus menjadi pintu masuk menuju judicial accountability. Pengadilan yang tidak hanya bersih, tapi juga transparan, profesional, dan berempati,” ucap Ali Rif’an.***