WASHINGTON – Mayoritas hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat (SCOTUS) pada Jumat (10/1) mengindikasikan dukungan terhadap kebijakan pemblokiran platform media sosial TikTok di AS.
Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden pada April 2024 memang telah memerintahkan ByteDance, perusahaan induk TikTok yang berbasis di China, untuk menjual aplikasi tersebut. Jika tidak, TikTok akan diblokir di AS.
Pengacara TikTok, Noel Francisco, menyatakan bahwa platform tersebut akan dihentikan pada 19 Januari 2025, sesuai tenggat waktu penjualan.
Jika pemblokiran tersebut jadi diberlakukan, maka TikTok tidak akan tersedia lagi di toko aplikasi di AS, dan seluruh layanan platform itu akan terhenti.
Menanggapi ancaman itu, TikTok memperingatkan bahwa lebih dari 170 juta penggunanya di AS akan terkena dampak dari kebijakan ini.
Berdasarkan laporan Pew Research Center pada November 2024, tercatat ada sekitar sepertiga orang dewasa di AS menggunakan TikTok, dengan 59 persen pengguna di antaranya berusia di bawah 30 tahun.
Sementara itu, Reuters juga melaporkan bahwa TikTok memiliki sekitar 7.000 karyawan di AS dan belum ada kejelasan mengenai nasib para pegawai tersebut jika kebijakan pemblokiran tersebut diterapkan.
Mengutip USA Today, alasan pemerintah AS ingin memblokir TikTok adalah karena khawatir ByteDance dan berkantor pusat di Beijing, dapat mengakses data pengguna Amerika dan membagikannya dengan Pemerintah China.
Pada 2020, mantan Presiden Donald Trump mengeluarkan perintah eksekutif untuk memblokir TikTok dan melarang transaksi dengan ByteDance, tetapi larangan itu tidak pernah diterapkan.
Setahun kemudian, Biden mencabut larangan Trump dan menggantinya dengan perintah eksekutif baru terkait ByteDance. Pada 2022, Biden juga menandatangani larangan penggunaan TikTok di perangkat pemerintah.
Berdasarkan laporan Pew Research Center pada November 2024, sekitar sepertiga orang dewasa di AS menggunakan TikTok, dengan 59 persen pengguna di antaranya berusia di bawah 30 tahun.
Sementara itu, Reuters melaporkan bahwa TikTok memiliki sekitar 7.000 karyawan di AS. Namun, belum ada kejelasan mengenai nasib para pegawai tersebut jika kebijakan pemblokiran diterapkan.