Kategori
Dangkong Tetap Tegak Di Tengah Badai Modernisasi
Dangkong menjadi sebuah interaksi kesenian pergaulan rakyat yang tumbuh dari dasar elemen sosial. kehadiran dangkong meciptakan ruang publik yang mempertemukan semua lapisan masyarakat, dari level umum maupun khusus menandakan bahwa kebudayaan membuat kita lebih bahagia, ungkap Jumhari, Kepala Badan Pelestarian Kebudayaan (BPK) wilayah IV Direktorat Jendral kebudayaan.
Kesenian Dangkong melaui kegiatan Betandak Dangkong kembali digelar di Karimun, Kepulauan Riau pada, Jumat 30/8/24. Ini merupakan penyelenggaraan kedua kalinya kegiatan yang tahun sebelumnya diselenggarakan di gang Awang Nur Karimun. Kesenian ini mampu mengobati kerinduan akan suasana tradisional dan tradisi melayu itu sendiri.
Ba’da Isya selesai, masyarakat Karimun berduyun menuju lapangan Leho yang tidak jauh dari Jembatan Sanur Karimun, mereka berkumpul dengan setelan baju kurung Melayu terbaiknya. Tidak berselang lama, puluhan penari konvoi melewati barisan penonton. Para penari terhimpun tidak hanya dari pulau Karimun, ada juga dari Kabupaten/Kota di Prov. Kepulauan Riau, Sumatera, Bali bahkan dari Negeri jiran Singapura dan Malaysia.
Tabuh gendang dan bunyi gong menjadi nyawa tarian ini dan menginspirasi terbentuknya nama Dangkong. Biola dan akordeon juga ikut mengiringi hampir di semua tarian dan joget. Latar panggung kotak palet bekas sayur dan buah yang disusun acak membawa siapa saja yang hadir merasakan kejayaan perdagangan laut di Kepulauan Ini.
Pada tahun 2015 silam, Joget Dangkong diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementrian Kebudayaan RI. Joget Dangkong awalnya merupakan hiburan keliling yang disajikan di perkampungan nelayan Melayu. Joget Dangkong juga merupakan tarian pergaulan bagi masyarakat melayu pesisir di Kepulauan Riau. Ciri khas Joget Dangkong ini adalah penari dan pengebeng yang menari dengan sesuka hati.
“Betandak Dangkong yang digelar malam ini mengembalikan dalam khasanah aslinya yaitu tari pergaulan. Kegiatan ini juga membuktikan ekosistem Dangkong mampu menembus teritorinya terbukti dari keikutsertaan Penari dari Malaysia dan Singapura dan seterusnya akan menjadi Diplomasi budaya (cultural bridging) antar Negeri Jiran”, ungkap Jumhari.
Jumhari juga mengungkap rasa bangganya terhadap komunitas sanggar yang dibangun oleh anak-anak milenial. Komunitas ini juga terbentuk atas dasar kesadaran dalam melestarikan kebudayaan Joget Dangkong hingga Dangkong tetap tegak di tengah badai modrenisasi.
Jumhari juga menambahkan bahwa di Karimun itu sendiri sudah tercipta ekositem kebudayaan dua arah. Antara palaku sanggar salah satunya Angsana Dance dan masyarakat yang apresiatif. Itu menjadi modal kuat untuk memajukan warisan budaya tak benda Joget Dangkong.
Selain Angsana Dance dari Karimun, Bertandak Dangkong 2024 kali ini juga melibatkan komunitas sanggar yang lebih luas diantaranya:
Orkes Melayu Tun Harmoni (Karimun)
Sanggar Baswara (Karimun)
Sanggar Mawar Tanjoeng (Tanjung Batu)
Dian Dancers (Singapura)
Sanggar Seni Kledang (Tanjung Pinang)
Sanggar Seni Nusa Kirana (Palembang)
Jegeg Gayatri (Bali)
Sanggar Seni Sirih Junjung (Bintan)
Wan Dance Studio (Pekanbaru)
Dansa Fusion (Malaysia)
PLS. Saujana Madani (Karimun)
Sanggar Seni Langgam Selatan (Lingga)
Sanggar Tuah Betung (Dumai)
Bertandak Dangkong 2024 ini juga ikut mengenang maestro Dangkong dari Pulau Moro yaitu Mak Long yang sampai saat ini melalui karyanya berkontribusi besar untuk pelestarian kesenian Dangkong.