JAKARTA – Distribusi barang subsidi lewat koperasi desa merah putih kini disebut-sebut punya potensi ekonomi luar biasa.
Menteri Koperasi dan UKM Budi Arie Setiadi mengungkap bahwa satu koperasi desa (kopdes) bahkan bisa menghasilkan hingga Rp1 miliar per tahun.
Jika program ini sukses diterapkan pada 80 ribu desa di Indonesia, potensi keuntungan kolektifnya bisa mencapai Rp80 triliun.
Pernyataan ini disampaikan Budi Arie saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin (27/5/2025).
Menurutnya, potensi besar ini muncul dari efisiensi distribusi subsidi dan pemangkasan peran perantara atau “middleman” yang selama ini kerap merugikan petani dan warga desa.
Kementerian mencatat bahwa para tengkulak dan rentenir menguasai hingga Rp300 triliun dari desa-desa Indonesia lewat praktik harga tak adil.
Misalnya, harga wortel dari petani hanya Rp500, namun di perkotaan bisa dijual Rp5.000.
Ketimpangan ini, menurut Budi Arie, menciptakan kesenjangan besar dan merampas hak masyarakat desa untuk mendapatkan nilai ekonomi yang layak.
“Nilai orang tengah ini terlalu besar. Jadi tidak adil buat masyarakat desa, tidak adil juga buat masyarakat kota,” ujar Budi Arie.
Potensi Ekonomi Rp90 Triliun Bisa Kembali ke Desa
Kementerian Koperasi memperkirakan sekitar 30 persen dari nilai ekonomi Rp300 triliun itu — atau Rp90 triliun — bisa dikembalikan ke desa lewat optimalisasi koperasi.
Inilah dasar kalkulasi keuntungan Rp1 miliar per koperasi per tahun. Skema ini diyakini mampu menumbuhkan kemandirian ekonomi desa dan memperkuat posisi mereka dalam rantai distribusi nasional.
Selain itu, sektor subsidi juga menjadi titik perhatian penting. Budi menyoroti subsidi pupuk senilai Rp43 triliun.
Ia menjelaskan, harga dari pabrik hanya Rp2.300 per kg, dengan biaya distribusi sekitar Rp300–400. Tapi harga di pasaran bisa menyentuh Rp4.800 per kg.
“Delta-nya terlalu besar, dan itu sangat merugikan buat masyarakat, rakyat, atau petani yang seharusnya menikmati subsidi,” jelasnya.
Kondisi serupa juga terjadi pada LPG bersubsidi. Banyak masyarakat desa membeli dengan harga pasar karena tidak tersentuh sistem distribusi resmi, padahal negara telah menyalurkan dana besar untuk menekan harga tersebut.
Barang Subsidi Jadi Lebih Tepat Sasaran
Program koperasi desa merah putih bertujuan agar distribusi barang subsidi, seperti pupuk, LPG, dan sembako, bisa berjalan lebih tepat sasaran, efisien, dan benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat kecil.
Menanggapi isu monopoli, Budi Arie menegaskan bahwa koperasi memiliki dasar hukum kuat untuk menjalankan distribusi tunggal.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, hanya BUMN dan koperasi yang diperbolehkan menjalankan praktik monopoli karena keduanya bersifat kolektif, bukan untuk kepentingan individu.
“Karena koperasi itu milik orang banyak, bukan milik satu atau dua orang,” jelas Budi Arie.
Dengan pendekatan ini, pemerintah ingin membalik arus ekonomi desa: dari yang sebelumnya dieksploitasi oleh rantai distribusi panjang dan mahal, menjadi pusat distribusi langsung yang efisien, berkeadilan, dan menguntungkan masyarakat.***