JAKARTA — Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa Indonesia harus segera memperkuat arah kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro akibat kebijakan tarif resiprokal sebesar 32 persen dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump
Menurut Dasco, kebijakan ekonomi Amerika Serikat tersebut bukan hanya menciptakan tekanan terhadap nilai tukar dan rantai pasok global, tetapi juga memperbesar risiko perlambatan ekonomi di berbagai negara.
Maka dari itu, lanjutnya, Indonesia perlu menyusun kerangka ekonomi yang tangguh sebagai tameng menghadapi guncangan eksternal.
“Kita dihadapkan gejolak global yang tidak menentu, perang dagang yang dipicu kebijakan tarif resiprokal ke banyak negara.”
“Dikeluarkan AS, menciptakan berbagai dampak dan risiko mulai dari guncangan rantai pasok global, nilai tukar dolar AS,” kata Ketua Harian Partai Gerindra ini di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Tak hanya itu, Dasco mengingatkan bahwa membangun daya tahan ekonomi nasional menjadi strategi krusial di tengah ketegangan perdagangan internasional.
Ia mendorong pemerintah agar sigap merespons ketidakpastian dengan memperkuat pondasi ekonomi melalui kebijakan-kebijakan konkret.
“Kita tidak bisa mengendalikan arah angin, tetapi kita bisa mengatur layar. Kita tidak bisa mengubah kebijakan tarif resiprokal AS, tetapi kita bisa menguatkan fondasi ekonomi kita sendiri,” ucap Dasco.
Ia juga menyebutkan bahwa DPR melalui berbagai komisi akan meningkatkan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan isu strategis lainnya, guna memastikan pemerintah bekerja maksimal dalam menghadirkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat.
“Komisi Pengawasan DPR RI diarahkan kepada berbagai isu permasalahan dan pelaksanaan undang-undang di berbagai bidang.”
“Menjadi tugas setiap alat kelengkapan dewan, sehingga kinerja pemerintah dapat lebih optimal dalam memberikan pelayanan umum bagi rakyat,” ujar Dasco.
Diketahui, Sidang Paripurna ke-17 Masa Persidangan III Tahun 2024–2025 kembali dibuka DPR RI. Salah satu agenda utama dalam sidang tersebut adalah pembahasan awal Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Selain membahas RAPBN 2026, DPR juga menargetkan pembahasan delapan Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas. RUU tersebut terdiri atas tiga inisiatif DPR, tiga dari pemerintah, serta dua RUU yang masuk dalam kategori kumulatif terbuka.***