JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia kembali menyoroti pentingnya optimalisasi pemanfaatan energi gas bumi melalui Program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) guna memperkuat daya saing sektor industri nasional yang kini menghadapi tantangan efisiensi energi.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Saleh Husin, menegaskan bahwa gas bumi merupakan komponen vital bagi penggerak roda industri dalam negeri, namun hingga kini pasokan energi tersebut masih terkendala keterbatasan suplai yang berdampak pada keberlanjutan produksi.
Menurut Saleh, berbagai pelaku industri masih menghadapi persoalan pasokan meski pemerintah telah menetapkan kebijakan HGBT yang semestinya menjamin ketersediaan energi dengan harga lebih kompetitif.
“Kadang di lapangan teman-teman industri pengguna gas ini hanya mendapatkan suplai 60 persen. Sementara pemerintah kan sudah menetapkan HGBT,” kata dia.
Saat ini, harga HGBT ditetapkan sebesar 7 dolar AS per million British thermal unit (MMBTU), naik dari 6 dolar AS pada 2015, namun keterbatasan pasokan membuat industri harus menutup kekurangan dengan membeli gas di pasar komersial yang jauh lebih mahal.
“Kawan-kawan gas ini harus membeli dengan harga pasar di 16,77 dolar AS. Ini kan tentu tinggi. Akibatnya industri kita produknya daya saingnya tidak kuat,” kata dia lagi.
Kondisi tersebut, lanjutnya, berpotensi memicu meningkatnya impor produk jadi serta menekan kapasitas produksi di dalam negeri, sehingga memperlambat proses industrialisasi nasional.
Berdasarkan data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, realisasi investasi pada sektor gas, listrik, dan air pada 2023 tumbuh 12,43 persen, dengan kontribusi terbesar berasal dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang mencapai 37 miliar dolar AS atau 93,2 persen dari total investasi.
Sementara itu, data International Energy Agency (IEA) menunjukkan produksi energi Indonesia mencapai 19,4 juta tera joule (TJ), dengan gas alam menyumbang 10,1 persen atau sekitar 2,1 juta TJ terhadap total produksi nasional.
Di sisi konsumsi, energi nasional tercatat sebesar 6,8 juta TJ dengan porsi penggunaan gas mencapai 9 persen, sedangkan sektor industri menjadi pengguna energi terbesar dengan proporsi 42,1 persen atau sekitar 2,86 juta TJ dari total konsumsi.
Surplus energi nasional tercatat mencapai 12,6 juta TJ, di mana 9,3 juta TJ di antaranya diekspor, yang menunjukkan potensi besar bagi pemerintah untuk memperkuat distribusi energi domestik demi meningkatkan efisiensi dan daya saing industri nasional.***




