JAKARTA – Indikator IHSG melemah memicu kekhawatiran pasar dan membutuhkan reaksi cepat serta kebijakan terukur dari seluruh pemangku kepentingan.
Anggota Komisi XI DPR RI, Thoriq Majiddanor, menyoroti pentingnya koordinasi lintas otoritas untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah tekanan global dan gejolak pasar yang meningkat.
Dalam keterangannya, Rabu (9/4/2025), Thoriq menyebut, penurunan IHSG pada perdagangan 8 April 2025 sebesar 9,19 persen atau 598,55 poin hingga menyentuh level 5.912,06, menjadi sinyal kuat atas rentannya pasar terhadap tekanan eksternal dan internal.
Kondisi ini bahkan memicu aktivasi trading halt selama 30 menit untuk mencegah kepanikan yang lebih luas.
“Penurunan IHSG yang signifikan mencerminkan dinamika pasar yang kompleks dan tantangan ekonomi global yang sedang berlangsung,” ujar Thoriq.
Legislator dari Dapil Jawa Timur X itu menegaskan, gejolak pasar saham saat ini tidak bisa hanya disalahkan pada isu domestik.
Menurutnya, kebijakan tarif impor dari Amerika Serikat sebesar 32 persen terhadap produk Indonesia turut memberikan tekanan signifikan.
Di saat yang sama, defisit anggaran negara masih dalam batas wajar, yaitu Rp104,2 triliun atau 0,43 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Thoriq, yang juga dikenal dengan sapaan Jiddan, memuji langkah pemerintah yang telah melakukan diplomasi ekonomi dengan Washington.
Lalu penyesuaian ekspor minyak sawit mentah (CPO), serta intervensi aktif Bank Indonesia dalam pasar valuta asing.
Ketiga hal ini dinilai penting sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak guncangan eksternal.
“Penurunan IHSG tentu dapat menggoyahkan kepercayaan investor dan memicu arus keluar modal. Namun, secara fundamental, sistem keuangan kita masih kuat.”
“Cadangan devisa per Maret di atas US$135 miliar, dan CAR perbankan di atas 24 persen,” katanya.
Kondisi nilai tukar rupiah yang terdepresiasi hingga menyentuh Rp16.850 per dolar AS pun ikut menjadi perhatian.
Thoriq mendesak agar dilakukan sinergi kebijakan moneter dan fiskal secara simultan untuk menstabilkan mata uang nasional.
Tak hanya menyentuh sektor makro, Komisi XI DPR RI juga mendorong penguatan sistemik di pasar modal.
“Kami mendukung trading halt otomatis dan relaksasi batasan auto-rejection. Kami juga mendorong OJK memperluas literasi keuangan dan memperkuat perlindungan investor,” paparnya.
Jiddan menilai bahwa komunikasi kebijakan dari lembaga negara perlu diperkuat untuk menenangkan psikologi pasar.
Ia menekankan bahwa narasi yang tepat dan akurat dari otoritas bisa menjadi penyeimbang di tengah kekhawatiran yang meluas.
“Komunikasi yang jelas dari otoritas bisa mencegah sentimen negatif yang berlebihan. Ini saatnya semua pihak bersatu menjaga stabilitas dan menarik kembali kepercayaan investor,” tegasnya.