JAKARTA – Film animasi Jumbo resmi mencatatkan sejarah sebagai film animasi Indonesia paling laris sepanjang masa.
Hanya dalam 68 hari penayangan, film karya anak bangsa ini sukses menyedot perhatian lebih dari 10 juta penonton, menyalip pencapaian epik KKN di Desa Penari.
Pencapaian ini tak hanya menggegerkan industri perfilman nasional, tetapi juga menempatkan Jumbo di puncak box office Asia Tenggara untuk kategori film animasi.
Kunci keberhasilan film Jumbo terletak pada kombinasi kuat antara cerita penuh emosi, kualitas animasi sekelas internasional, serta strategi promosi dan distribusi yang matang.
Diproduksi oleh Visinema Studios dan disutradarai oleh Ryan Adriandhy, film ini tidak hanya menjadi debut penyutradaraannya, tapi juga sebuah langkah besar yang membuktikan bahwa animasi lokal bisa bersaing di panggung global.
“Pencapaian ini adalah buah dari kerja keras dan doa,” ujar Ryan Adriandhy, sang sutradara.
Dengan kisah Don, anak yatim piatu yang dibuli karena ukuran tubuhnya namun berjuang melalui pertunjukan dongeng peninggalan orang tuanya, Jumbo mampu menyentuh hati anak-anak hingga orang dewasa.
Dilansir dari Instagram @jumbofilm_id, jumlah penonton Jumbo mencapai angka 10.121.638 sejak awal penayangan hingga hari ke-68 penayangan.
Angka ini menjadi prestasi langka bagi film animasi yang sebelumnya kurang diminati penonton Indonesia.
Berikut enam fakta paling menarik di balik kesuksesan Jumbo:
1. Cerita Emosional dan Sarat Nilai Kehidupan
Kisah Don dalam Jumbo tak sekadar menghibur, tetapi menggugah empati penonton.
Don yang dijauhi karena tubuh besarnya, menemukan kembali jati dirinya lewat dunia dongeng.
Cerita ini membawa pesan mendalam tentang keberanian, persahabatan, dan penerimaan diri, membuat anak-anak maupun orang tua merasa terhubung.
“Cerita ini menyentuh hati,” komentar Azelia, seorang penonton, saat menyaksikan anak-anaknya menangis haru usai menonton film.
2. Kualitas Visual yang Setara Pixar
Lebih dari 420 animator lokal terlibat selama lima tahun produksi untuk menciptakan animasi dengan standar internasional.
Visual yang tajam, sinematografi detail, dan gerakan karakter yang halus membuat Jumbo tak kalah dari produksi Pixar atau Disney.
Media nasional dan internasional pun memuji kualitas teknis yang ditawarkan film ini.
3. Rekor Penonton dan Pendapatan Melesat
Diluncurkan pada 31 Maret 2025, Jumbo mencetak satu juta penonton hanya dalam tujuh hari.
Hingga awal Juni 2025, film ini telah ditonton lebih dari 10,1 juta orang dan meraup pendapatan domestik sekitar US$23,7 juta (Rp252,8 miliar).
Ini menjadikannya film animasi terlaris di Asia Tenggara, melampaui Mechamato Movie dari Malaysia.
4. Strategi Rilis Tepat Sasaran
Momentum rilis di masa libur Lebaran 2025 terbukti sangat menguntungkan.
Film ini tayang di lebih dari 659 layar nasional, yang terus bertambah seiring antusiasme publik.
Tokoh publik seperti Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bahkan mengajak 139 anak yatim menonton bersama, semakin meningkatkan eksposur film.
Rencana distribusi global ke 17 negara pun telah dipersiapkan.
5. Dukungan Talenta dan Kreator Top
Film ini melibatkan banyak nama besar seperti Ariel NOAH, Bunga Citra Lestari, Cinta Laura Kiehl, hingga aktor muda Prince Poetiray dan Quinn Salman sebagai pengisi suara.
Sutradara Ryan Adriandhy yang dikenal sebagai komika dan kreator visual juga turut memperkuat kualitas naratif dan artistik film ini.
6. Pujian Internasional dan Efek Sosial Budaya
Berbagai media asing seperti Variety, Cartoon Brew, dan Gazettely mengapresiasi Jumbo sebagai simbol bangkitnya animasi Indonesia.
Film ini juga mengubah dominasi genre horor dan drama di bioskop Tanah Air, menunjukkan bahwa animasi keluarga berbasis budaya lokal tetap relevan.
Visinema Studios bahkan merencanakan investasi sebesar US$10 juta untuk proyek animasi baru setelah sukses Jumbo.
Kontroversi yang Tak Meruntuhkan Popularitas
Meski mendapatkan kritik atas karakter hantu bernama Meri, yang dianggap kurang cocok untuk film anak-anak, kontroversi ini justru meningkatkan perhatian publik.
Diskusi hangat di media sosial membantu film ini tetap viral dan relevan.
Jadi, fenomena Jumbo bukan sekadar soal angka penonton.
Ini adalah simbol kekuatan kreativitas lokal, kolaborasi lintas generasi, dan keberhasilan menembus pasar dengan cerita yang membumi.
Prestasi ini menandai era baru perfilman animasi Indonesia dan memberi harapan akan masa depan industri kreatif nasional yang lebih cerah.***