JABAR – Bekasi dan Karawang menghadapi ancaman banjir yang semakin serius. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyoroti kondisi ini dengan menyatakan bahwa dua wilayah tersebut berisiko mengalami bencana lebih besar jika tidak ada penanganan yang tepat.
“Kita bisa mengambil pembelajaran dari kasus yang terjadi hari ini, di mana hujan yang hanya 20 sampai 30 milimeter sudah menimbulkan banjir yang luar biasa,” kata Dedi Mulyadi.
Ia mengkhawatirkan dampak lebih besar jika curah hujan meningkat. “Artinya, kalau hujannya 50 milimeter saya yakin Kota Bekasi tenggelam, Kabupaten Bekasi tenggelam, sebagian Karawang tenggelam,” tegasnya.
Dedi menjelaskan, curah hujan saat ini belum tergolong ekstrem, namun dampaknya sudah mengarah pada bencana. Hal ini, menurutnya, disebabkan oleh tiga faktor utama.
Tiga Penyebab Utama Banjir
Alih Fungsi Lahan di HuluMantan Bupati Purwakarta itu menyoroti berkurangnya ruang terbuka hijau akibat masifnya pembangunan di kawasan hulu. Ia menilai konsep ekowisata yang dikembangkan PTPN telah melenceng dari tujuan awalnya.
“Kalau ekowisatanya perkebunan teh, maka kebun tehnya dipertahankan dan tetap ada bangunannya berukuran kecil. Yang sekarang terjadi adalah kebun tehnya justru dibabat habis dan digantikan bangunan,” jelasnya.
Untuk mengatasi hal ini, Pemprov Jabar telah menerbitkan peraturan gubernur yang melarang perubahan kawasan pertanian, kehutanan, daerah aliran sungai, serta perkebunan.
Pendangkalan dan Penyempitan SungaiDedi juga menyoroti kondisi sungai yang mengalami pendangkalan dan penyempitan, bahkan beberapa di antaranya telah bersertifikat hak milik. Menurutnya, hal ini menjadi perhatian serius dan harus segera ditindaklanjuti oleh Kementerian PUPR.
Pembangunan Perumahan di Sawah ProduktifFaktor lain yang memperburuk kondisi banjir adalah pembangunan perumahan di atas lahan sawah produktif, terutama yang berlokasi di tepi sungai.
“Kemudian yang berikutnya adalah banyak sekali perumahan-perumahan yang dibangun di atas sawah produktif dan berada di tengah serta pinggir sungai, sehingga wajar kalau ada rumah yang terendam sampai gentingnya,” kata Dedi.
Ia menegaskan bahwa kebijakan pembangunan tiga juta rumah harus memperhitungkan dampaknya terhadap tata ruang. Pasalnya, tanah sawah sering menjadi pilihan karena harganya lebih murah.
“Tanah yang paling murah yang bisa didapat hanya tanah sawah, ini yang harus menjadi bahan perhatian kita semua dalam pengembangan tata ruang,” tandasnya.
Dedi Mulyadi berharap pemerintah dan masyarakat bisa lebih serius dalam menangani permasalahan ini agar bencana banjir tidak semakin parah di masa mendatang.