JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguak alasan di balik penggeledahan rumah mantan Ketua DPD RI, La Nyalla Mahmud Mattalitti, yang dilakukan di kawasan Mulyorejo, Surabaya.
Aksi penyidik antirasuah itu merupakan bagian dari penyidikan skandal dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) yang bersumber dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022.
KPK menyatakan penggeledahan tersebut didalami berkaitan dengan dugaan aliran dana hibah saat La Nyalla menjabat sebagai pimpinan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Lembaga tersebut tengah mengurai benang kusut distribusi dana publik yang disinyalir mengalir ke sejumlah pihak, termasuk kalangan elite.
“Benar (Aliran uang). Terkait dengan penyidikan perkara dana hibah, pada saat ybs (La Nyalla) sebagai pimpinan KONI,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Cahyanto dikutip RRI, Rabu (16/4/2025).
Wewenang Penyidik
KPK membuka opsi untuk memanggil La Nyalla, guna mengklarifikasi hasil penggeledahan.
Namun, keputusan menghadirkan saksi tetap berada di tangan penyidik yang menangani langsung perkara ini. Dugaan keterlibatan mantan Ketua DPD RI itu masih dalam tahap konfirmasi lebih lanjut.
“Pemanggilan saksi itu tentunya menjadi kewenangan penyidik. Kalau seandainya penyidik membutuhkan seseorang maupun subjek tertentu untuk diklarifikasi tentu akan dilakukan pemanggilan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya yang dikutip, Selasa (15/4/2025).
Dalam operasi senyap yang digelar Senin (14/4/2025), penyidik menyisir rumah La Nyalla di Surabaya. Namun, hingga kini KPK belum merinci secara publik temuan atau barang bukti dari lokasi tersebut.
La Nyalla Bantah
La Nyalla sendiri mengaku terkejut dan menegaskan bahwa tidak ada barang bukti yang ditemukan penyidik dari rumahnya.
Ia merasa tak memiliki keterkaitan dengan kasus yang tengah diusut dan mengutip berita acara penggeledahan sebagai dasar pernyataannya.
“Pada akhirnya di surat berita acara hasil penggeledahan ditulis dengan jelas. Tidak ditemukan barang atau uang atau dokumen yang terkait dengan penyidikan,” kata La Nyalla melalui siaran persnya, Senin (14/4).
Di sisi lain, KPK terus mendalami perkara ini dengan memeriksa sejumlah saksi dan menyisir berbagai kantor di lingkungan Pemprov Jatim.
Hingga kini, sudah 21 tersangka yang dijerat, termasuk tiga penyelenggara negara. KPK juga telah memeriksa mantan Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar (Gus Halim) dalam proses penyidikan.
Penyitaan dokumen penting dan barang elektronik dari penggeledahan sebelumnya menjadi bagian krusial dalam merangkai konstruksi hukum kasus yang disebut-sebut memiliki banyak cabang keterlibatan.***