JAKARTA – Lebanon mengajukan keluhan kepada Dewan Keamanan (DK) PBB pada hari Selasa (4/2), menuduh Israel melanggar perjanjian gencatan senjata dan Resolusi PBB 1701 yang masih berlaku.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Lebanon, keluhan ini disampaikan melalui misi permanen Lebanon di New York, menyusul pelanggaran yang dilakukan Israel terhadap Resolusi 1701 dan deklarasi penghentian permusuhan, serta ketidakpatuhan terhadap pengaturan keamanan yang disepakati.
Resolusi 1701, yang diterima pada 11 Agustus 2006, mengimbau penghentian total permusuhan antara Hizbullah dan Israel serta pembentukan zona bebas senjata di antara Garis Biru dan Sungai Litani di Lebanon selatan, dengan pengecualian bagi tentara Lebanon dan pasukan UNIFIL.
Pernyataan kementerian menjelaskan bahwa keluhan tersebut merinci pelanggaran Israel di wilayah Lebanon selatan, seperti serangan darat dan udara, penghancuran rumah dan kawasan permukiman, penculikan warga Lebanon, termasuk tentara, serta penyerangan terhadap warga sipil yang kembali ke desa-desa perbatasan mereka.
Keluhan ini juga menyoroti tindakan Israel yang menargetkan patroli militer Lebanon dan jurnalis, serta penghapusan lima penanda perbatasan di sepanjang Garis Biru, yang merupakan batas de facto antara kedua negara.
Pemerintah Lebanon menganggap tindakan Israel sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap Resolusi 1701 dan kedaulatan negara mereka. Lebanon mendesak Dewan Keamanan PBB serta negara-negara yang mendukung kesepakatan gencatan senjata untuk bersikap tegas terhadap pelanggaran Israel dan memperkuat keberadaan tentara Lebanon dan pasukan UNIFIL.
Gencatan senjata yang rapuh ini telah diterapkan sejak 27 November 2024, mengakhiri serangkaian serangan antara Israel dan Hizbullah yang dimulai pada 8 Oktober 2023 dan meningkat menjadi konflik berskala besar pada 23 September 2024.
Media Lebanon melaporkan bahwa lebih dari 830 pelanggaran telah terjadi sejak kesepakatan gencatan senjata diberlakukan. Israel seharusnya menyelesaikan penarikan pasukannya dari Lebanon pada 26 Januari 2025 berdasarkan perjanjian tersebut, namun menolak memenuhi tenggat waktu tersebut. Akibatnya, jadwal penarikan diperpanjang hingga 18 Februari, menurut informasi dari Gedung Putih.
Sejak 26 Januari, setidaknya 26 orang tewas dan 221 lainnya terluka akibat tembakan dari pasukan Israel ketika warga mencoba kembali ke desa-desa mereka di Lebanon selatan.