TEL AVIV, ISRAEL – Menteri Pertahanan Israel Katz, mengumumkan perintah kepada Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk merancang strategi operasional guna menghadapi ancaman Iran.
Langkah ini diambil untuk mempertahankan supremasi udara Israel sekaligus menangkal potensi permusuhan dari Teheran, termasuk upaya mencegah pengembangan program nuklir dan produksi rudal Iran.
“Saya telah menginstruksikan IDF untuk menyiapkan rencana aksi melawan Iran yang mencakup mempertahankan superioritas udara Israel, mencegah pengembangan program nuklir dan produksi rudal, dan membalas Iran atas dukungannya terhadap aktivitas teroris terhadap Israel. Kami akan bertindak secara teratur untuk mencegah ancaman semacam ini.” tulis pernyataannya di platform X
Eskalasi Konflik di Tengah Gencatan Senjata yang Rapuh
Pernyataan keras Katz ini datang setelah periode konflik singkat namun intens antara Israel dan Iran. Pada 13 Juni 2025, Israel melancarkan serangan besar-besaran terhadap sejumlah target strategis di Iran, termasuk fasilitas nuklir di Natanz dan Isfahan, dalam operasi yang diberi nama “Operation Rising Lion”. Iran membalas dengan serangan rudal dan drone ke wilayah Israel melalui operasi “True Promise III”.
Meskipun gencatan senjata sempat disepakati setelah 12 hari pertempuran, pelanggaran kecil yang diduga dilakukan Iran memicu respons tegas dari Tel Aviv.
Menurut laporan, Israel menuduh Iran melanjutkan program nuklir militer secara sembunyi-sembunyi, sebuah tuduhan yang telah lama menjadi sumber ketegangan antara kedua negara.
Selain itu, Israel juga menyoroti dukungan Iran terhadap kelompok-kelompok seperti Hezbollah di Lebanon dan Houthi di Yaman, yang dianggap sebagai ancaman langsung terhadap keamanan nasionalnya.
Serangan dan Dampak Global
Serangan Israel pada Juni lalu menargetkan sejumlah pangkalan militer dan sistem pertahanan udara di sekitar Teheran, serta tokoh-tokoh kunci seperti panglima militer dan ilmuwan nuklir Iran.
Namun, analisis menunjukkan bahwa kerusakan terhadap fasilitas nuklir utama Iran, seperti Natanz dan Fordow, relatif minim. “Ini bukan kampanye melawan fasilitas nuklir Iran. Ini adalah kampanye melawan komando, kendali, dan kepemimpinan Iran,” ungkap Nicole Grajewski, pakar program nuklir Iran dari Carnegie Endowment for International Peace.
Di sisi lain, Iran menunjukkan sikap yang tak kalah keras. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyatakan, “Begitu serangan \[Israel] ini berhenti, kami secara alami akan membalas.” Iran juga menyatakan kesiapannya kembali ke meja perundingan nuklir dengan Amerika Serikat, asalkan serangan Israel dihentikan.
Konflik ini tidak hanya memengaruhi kedua negara, tetapi juga berpotensi mengguncang stabilitas regional. Andreas Krieg, pakar militer dari King’s College London, memperingatkan bahwa keterlibatan langsung Amerika Serikat dapat memicu eskalasi besar, termasuk serangan Iran terhadap infrastruktur energi dan pengiriman di Teluk. “Jika AS ikut serta dalam perang melawan Iran, hal itu akan menyebabkan eskalasi besar,” katanya kepada Al Jazeera.
Upaya Diplomasi dan Tantangan ke Depan
Di tengah ancaman perang yang kian nyata, sejumlah pihak mendorong solusi diplomatik. Presiden AS, Donald Trump, dilaporkan mempertimbangkan opsi untuk mendukung Israel dalam menyerang fasilitas nuklir Iran, tetapi sejauh ini belum ada keputusan resmi. Sementara itu, Iran menegaskan dukungannya terhadap Timur Tengah bebas senjata nuklir, dengan syarat Israel juga melucuti senjata atomnya.
Di level regional, Indonesia dan Malaysia menyuarakan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina dan solusi dua negara sebagai jalan keluar dari konflik berkepanjangan di Timur Tengah. Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto, menegaskan bahwa hanya solusi dua negara yang dapat membawa perdamaian abadi.
Dengan perintah terbaru dari Menhan Katz, dunia kini menanti langkah konkret Israel. Apakah IDF akan melancarkan operasi militer baru, atau akankah diplomasi mampu meredakan ketegangan? Yang jelas, konflik ini terus menjadi sorotan global, dengan potensi dampak besar terhadap keamanan regional, harga minyak dunia, hingga dinamika geopolitik yang lebih luas.