JAKARTA – Proyek pembangunan PLTU 1 Mempawah di Kalimantan Barat kembali mencuat setelah mangkrak selama bertahun-tahun sejak dimulai pada 2008.
Dugaan korupsi dalam proyek tersebut kini menyeret nama Halim Kalla, adik kandung mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri.
Kasus yang awalnya diselidiki oleh Polda Kalbar sejak April 2021 itu kemudian diambil alih oleh Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Bareskrim Polri pada Mei 2024 untuk pendalaman lebih lanjut.
Langkah ini diambil setelah muncul indikasi kuat adanya praktik kolusi dan penyalahgunaan wewenang dalam proyek senilai lebih dari satu triliun rupiah tersebut.
Dalam hasil penyelidikan terbaru, polisi menetapkan empat orang tersangka dalam dugaan korupsi proyek PLTU Mempawah.
Mereka adalah mantan Direktur Utama PLN 2008–2009 Fahmi Mochtar (FM), Halim Kalla (HK) selaku Presiden Direktur PT BRN, RR yang menjabat Direktur PT BRN, dan HYL dari PT Praba Indopersada.
Hingga kini, keempatnya belum ditahan namun status hukumnya sudah jelas.
“Setelah berjalannya kemarin tanggal 3 Oktober, kami tetapkan sebagai tersangka melalui mekanisme gelar,” ujar Kakortas Tipikor Polri Irjen Cahyono Wibowo saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Senin (6/10/2025).
Penyidik menduga praktik korupsi dalam proyek tersebut berlangsung selama satu dekade, dari 2008 hingga 2018, dengan pola penyelewengan dalam proses lelang dan pembayaran fee kepada pihak yang tidak berhak.
Hal itu mengakibatkan proyek tak pernah rampung dan dinyatakan total loss oleh BPK.
“Adapun modus terjadinya tindak pidana korupsi di mana di dalam prosesnya itu dari awal perencanaan ini sudah terjadi korespondensi.”
“Artinya ada permufakatan di dalam rangka memenangkan pelaksanaan pekerjaan, setelah dilakukan kontrak, kemudian ada pengaturan-pengaturan sehingga ini terjadi keterlambatan yang mengakibatkan sampai dengan tahun 2018 itu sejak tahun 2008 sampai 2018 itu diadendum,” jelas Cahyono.
Ada Kesepakatan Rahasia
Penelusuran lebih lanjut menemukan adanya kongkalikong antara pejabat PLN dan pihak swasta.
Direktur Penindakan Kortas Tipikor, Brigjen Toto Suharyanto, mengungkap adanya kesepakatan rahasia antara Fahmi Mochtar dan Halim Kalla untuk mengarahkan pemenang lelang proyek tersebut.
“Mens rea yang dibangun adalah pelaksanaan lelang tersebut didapat fakta tersangka FM selaku Dirut PLN telah melakukan permufakatan untuk memenangkan salah satu calon dengan tersangka HK dan tersangka RR selaku pihak PT BRN dengan tujuan untuk memenangkan lelang PLTU 1 Kalimantan Barat,” kata Toto.
Bareskrim juga mengungkap bahwa KSO PT BRN dan Alton diduga lolos seleksi berkat arahan Fahmi Mochtar, meski perusahaan itu tidak memenuhi syarat teknis maupun administrasi.
Bahkan, proyek tersebut sempat dialihkan sepenuhnya kepada PT Praba Indopersada dengan nilai kontrak mencapai Rp 1,2 triliun.
“Pada tahun 2009, sebelum dilaksanakan penandatanganan kontrak, KSO BRN telah mengalihkan pekerjaan seluruh pekerjaan kepada PT Praba Indopersada dengan dirut tersangka HYL dengan kesepakatan pemberian imbalan fee Kepada PT BRN selanjutnya TSK HYL diberi hak sebagai pemegang keuangan KSO BRN,” jelas Toto.
Namun, hasilnya jauh dari target. Dari seluruh rencana pembangunan, perusahaan hanya menyelesaikan 57 persen pekerjaan, meskipun telah terjadi 10 kali perubahan kontrak hingga 2018.
Berdasarkan hasil audit, proyek bahkan berhenti sepenuhnya pada 2016, namun pembayaran tetap dilakukan kepada pihak kontraktor secara tidak sah.
“Akan tetapi fakta sebenarnya pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil pekerjaan 85,56 persen sehingga PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp 323 miliar (untuk pekerjaan konstruksi sipil) dan sebesar USD 62,4 juta (untuk pekerjaan mechanical electrical),” ujarnya.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memastikan bahwa proyek PLTU 1 Mempawah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun. Jumlah itu dihitung berdasarkan nilai kontrak dan besaran dana yang telah dikeluarkan untuk pekerjaan yang tak selesai.
“Kemudian, kita juga telah menerima laporan hasil pemeriksaan investigatif kompensasi kerugian negara dari BPK terkait dengan pembangunan pembangkit listrik atau PLTU-1 Kalimantan Barat dengan kapasitas 2×50 megawatt.”
“Kemudian, dari BPK, tadi sudah disampaikan oleh Bapak Kortas, kerugian negara adalah total kerugian senilai USD 62.410.523,20 dan Rp Rp 323.199.898.518. Kira-kira Rp 1,3 triliun,” ucap Toto.
Meski belum dilakukan penahanan, penyidik memastikan telah mengajukan pencegahan ke luar negeri terhadap seluruh tersangka. “Ada pasti (dicegah ke luar negeri), itu pasti ada, tindakan itu pasti ada,” kata Cahyono.
Selain dugaan korupsi, Bareskrim juga membuka penyelidikan tambahan terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga berkaitan dengan proyek tersebut.
“Jadi kami nanti ada akan rilis kembali ya, terkait pihak yang akan kita tetapkan kemudian, dengan dilapisi pasal TPPU-nya,” ujar Cahyono.
Kasus PLTU Mempawah kini menjadi sorotan publik karena melibatkan tokoh besar keluarga Kalla serta menimbulkan kerugian negara yang sangat besar.
Penyidik berjanji akan menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya demi menjaga kepercayaan publik terhadap proyek strategis nasional.***





