JAKARTA – Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti, kembali menjadi sorotan publik.
Hal ini berawal dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap kejanggalan pengadaan makanan dan minuman (mamin) senilai Rp1,89 miliar untuk RSUD Cilograng dan RSUD Labuan yang belum beroperasi.
Temuan ini menambah daftar panjang perhatian terhadap Ati, yang sebelumnya viral karena harta kekayaannya mencapai Rp24,5 miliar, menjadikannya ASN terkaya di Banten, melampaui Pj Gubernur Al Muktabar (Rp15,05 miliar).
Dengan latar belakang pendidikan mumpuni dan karier panjang, Ati adalah figur kompleks yang memadukan prestasi dan kontroversi.
Siapa sebenarnya Ati, dan bagaimana perjalanannya di dunia kesehatan Banten?
Pengadaan Bermasalah di RSUD Cilograng dan Labuan
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2024 menyoroti pengadaan mamin senilai Rp1,898 miliar untuk RSUD Cilograng (Lebak) dan RSUD Labuan (Pandeglang), yang dilakukan melalui penyedia seperti CV DPS dan CV PBS.
Pengadaan ini bermasalah karena dilakukan saat kedua rumah sakit belum beroperasi, dengan jadwal peresmian yang molor dari April 2025 hingga belum terealisasi per Mei 2025.
BPK menemukan anggaran tersebut dimasukkan dalam pos Belanja Barang Habis Pakai (BHP), padahal seharusnya digunakan untuk kebutuhan operasional pasien.
Lebih lanjut, ditemukan indikasi markup harga sebesar Rp251,7 juta dan bahan makanan mendekati kedaluwarsa, seperti susu UHT yang akan kadaluarsa pada Juni 2025, berpotensi menyebabkan kerugian negara.
Saat dikejar wartawan, Ati enggan memberikan penjelasan mendetail, hanya berkata, “Sudah ditindaklanjuti, tanya saja inspektorat,” sambil berjalan cepat.
Wakil Gubernur Banten, A. Dimyati Natakusumah, mengklarifikasi bahwa kerugian negara telah diselesaikan, menyebut kasus ini sebagai “miskomunikasi administrasi.”
Ia menegaskan pengawasan internal akan diperketat untuk mencegah kejadian serupa.
Meski begitu, BPK merekomendasikan evaluasi menyeluruh terhadap perencanaan dan pengadaan barang serta pemanfaatan aset rumah sakit, termasuk gedung dan peralatan medis senilai Rp176,7 miliar yang kualitasnya menurun karena belum digunakan.
Latar Belakang dan Pendidikan
Ati Pramudji Hastuti, kelahiran 15 Agustus 1973 di Tangerang, memiliki rekam pendidikan yang impresif.
Ia lulus SMA di BPI I Bandung, meraih gelar S1 Kedokteran dari Universitas Tarumanegara, S2 Manajemen Administrasi Rumah Sakit dari Universitas Respati Indonesia, dan S3 Administrasi Publik dari Universitas Padjadjaran.
Pendidikan ini menjadi fondasi kariernya di sektor kesehatan dan birokrasi.
Sebagai dokter dan akademisi, Ati juga aktif sebagai pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Banten, memperkuat reputasinya di kalangan profesional kesehatan.
Karier: Dari RSUD Tangerang hingga Kadinkes Banten
Ati memulai karier birokrasi sebagai Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Tangerang.
Pada 2013, ia dipercaya menjadi Direktur Utama RSUD Kota Tangerang di era Wali Kota Wahidin Halim, sebelum digantikan Wibisono pada 2015 di bawah kepemimpinan Wali Kota Arief R. Wismansyah.
Pada 2019, Ati lolos open bidding dan dilantik sebagai Kadinkes Banten oleh Gubernur Wahidin Halim, menandai puncak kariernya.
Kedekatannya dengan Wahidin, yang disebutnya sebagai kerabat ayah, kerap menjadi sorotan publik terkait trajektori kariernya.
Kekayaan Fantastis: Rp24,5 Miliar dan Reaksi Publik
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK 2022 mengungkap harta Ati sebesar Rp24,588 miliar tanpa utang, meliputi:
Tanah dan bangunan senilai Rp18,325 miliar di Tangerang, Jakarta Selatan, Bandung, Yogyakarta, dan Bogor.
Alat transportasi seperti Honda Brio RS 2019 senilai Rp430 juta.
Harta bergerak lain Rp813,3 juta dan harta lainnya Rp3,335 miliar.
Kekayaan ini viral setelah cuitan akun X @bung_madin pada Mei 2023, yang membandingkannya dengan Kadinkes Lampung Reihana (Rp2,7 miliar) dan mengkritik layanan kesehatan Banten yang dinilai buruk.
Cuitan itu ditonton 1,1 juta kali, memicu diskusi sengit. Saat diminta klarifikasi, Ati menjawab, “Emang di LHKPN data yang sesungguhnya orang-orang? Ngga kan, keren dong kaya,” menambah kontroversi.
Kontroversi Lain: Masker KN95 dan Rekrutmen RSUD
Ati pernah terseret dalam kasus dugaan korupsi pengadaan masker KN95 senilai Rp3,3 miliar pada 2020, yang melibatkan pejabat eselon III-IV di Dinkes Banten.
Meski tidak terbukti terlibat, kasus ini memicu pengunduran diri beberapa bawahan sebagai bentuk solidaritas, karena Ati dianggap tidak memberikan pembelaan.
Terbaru, proses rekrutmen pegawai RSUD Cilograng dan Labuan pada 2025 juga menuai kritik.
Forum Mahasiswa Peduli Daerah (FMPD) menyoroti kejanggalan penambahan nilai afirmasi domisili, yang diduga menguntungkan pelamar dari luar daerah, seperti peserta dari Cilegon yang mendapat 150 poin alih-alih 50 poin sesuai aturan.
FMPD mengancam melaporkan kasus ini ke Ombudsman jika tidak dievaluasi.
Kontribusi Kesehatan: Prestasi di Tengah Badai
Meski penuh sorotan, Ati menunjukkan dedikasi dalam memajukan kesehatan Banten.
Ia memimpin penugasan tenaga kesehatan sesuai Permenkes 33/2014, berkolaborasi dengan media untuk promosi program kesehatan, dan berhasil menekan kasus Covid-19, yang mendapat apresiasi WHO.
Pada Rakerkesda 2024, ia mendorong enam pilar kesehatan untuk menyatukan visi kabupaten/kota.
Ati juga menjalin kerja sama dengan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa untuk internship mahasiswa kedokteran guna mengatasi kekurangan tenaga medis.
Pada Januari 2025, ia mendampingi kunjungan Wakil Menteri Kesehatan ke Poltekkes Banten, menegaskan komitmennya.
Ia juga mengungkap keberhasilan mendeteksi 72 ribu kasus TBC pada 2024, melebihi target Kemenkes, dan mempersiapkan 253 puskesmas untuk program pemeriksaan kesehatan gratis.***