HANOI, VIETNAM – Pemerintah Vietnam memangkas struktur pemerintahannya secara besar-besaran. Jumlah provinsi dikurangi dari 63 menjadi 34, tingkat distrik dihapus, dan sekitar 80.000 pegawai negeri sipil diberhentikan.
Reformasi ini disetujui Majelis Nasional
Reformasi administratif ini juga menghapus lebih dari 120.000 posisi pemerintahan dan menyederhanakan struktur dari tiga tingkat menjadi dua: provinsi dan komune. Jumlah komune dipangkas dari 10.000 menjadi 3.300, sementara tingkat distrik dihapus total.
Pemimpin tertinggi Vietnam, To Lam, menyebut langkah ini penting untuk masa depan negara. “Restrukturisasi tata kelola pemerintah diperlukan guna mencapai pembangunan yang cepat, stabil, dan berkelanjutan,” ujarnya seperti dikutip dari CNA.
Reformasi ini memicu kegelisahan di kalangan pegawai negeri sipil, yang selama ini mengandalkan posisi pemerintahan sebagai sumber penghidupan jangka panjang. Pemerintah menawarkan kompensasi setara 617 juta rupiah bagi pejabat provinsi yang terdampak kebijakan ini.
Perdana Menteri Pham Minh Chinh menekankan bahwa perampingan ini adalah bagian dari upaya menciptakan pemerintahan yang lebih efisien.
“Kita harus melakukan revolusi membuat pemerintahan yang ramping, cepat, dan tangkas,” katanya dalam rapat kabinet Februari lalu, dikutip dari VietnamNet.
Langkah ini merupakan kelanjutan dari reformasi pada awal 2025, ketika Vietnam mengurangi jumlah kementerian dari 30 menjadi 22 dan memangkas 23.000 jabatan. Birokrasi dianggap sebagai hambatan utama pertumbuhan, sementara kampanye antikorupsi sejak 2021 turut mendorong percepatan restrukturisasi.
Menteri Dalam Negeri Pham Thi Thanh Tra menyebut kebijakan ini sebagai “Revolusi terbesar sejak Vietnam berdiri pada 1945.” Pemerintah memperkirakan penghematan anggaran mencapai 4,5 miliar dolar AS dalam lima tahun, meskipun dana pesangon dan pensiun mencapai lebih dari 5 miliar dolar AS.
Struktur pemerintahan baru akan mulai berlaku penuh pada Juli 2025. Kepemimpinan baru untuk 34 provinsi dan kota dijadwalkan diumumkan pada 30 Juni.
Menurut Dr. Nguyen Hong Hai dari American University, reformasi ini mencerminkan ambisi Vietnam untuk naik kelas. “Mereka benar-benar ingin mencapai tujuan menjadi negara berpendapatan menengah pada 2030 dan berpendapatan tinggi pada 2045,” ujarnya
Langkah drastis Vietnam menuai perhatian internasional sebagai model baru efisiensi birokrasi di era krisis global. Reformasi ini dinilai tidak hanya mengurangi beban negara, tapi juga memperkuat legitimasi Partai Komunis melalui pemerintahan yang lebih tangkas dan modern.