JAKARTA – Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif impor resiprokal sebesar 32 persen kepada Indonesia, dalam langkah yang disebutnya sebagai “Hari Pembebasan” atau “Liberation Day”. Trump menilai banyak negara, termasuk sekutu-sekutu AS, bersikap curang dalam perdagangan internasional. “Dalam banyak kasus, teman lebih buruk daripada musuh dalam hal perdagangan,” ungkap Trump, seperti dikutip dari Reuters pada Kamis (3/4/2025).
Terdapat dua alasan utama yang disampaikan oleh AS untuk mengenakan sanksi kepada Indonesia. Berdasarkan penjelasan dari White House, alasan pertama adalah tarif tinggi yang dikenakan Indonesia terhadap impor etanol dari AS, yang mencapai 30 persen. Sebaliknya, AS hanya mengenakan tarif 2,5 persen untuk impor produk serupa, baik dari Indonesia maupun negara lainnya. White House menyoroti ketidakseimbangan ini dengan mengatakan, “Tarif impor etanol AS ke Brasil (18 persen) dan Indonesia (30 persen) lebih tinggi dibandingkan yang dikenakan AS (2,5 persen).”
Alasan kedua adalah kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Indonesia, yang menurut AS membatasi akses perusahaan-perusahaan AS ke pasar Indonesia. Selain masalah TKDN, kebijakan non-tarif Indonesia juga menjadi sorotan, seperti persyaratan izin impor yang rumit dan kewajiban bagi eksportir untuk menyimpan uangnya di dalam negeri melalui kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE). White House mencatat, “Indonesia menerapkan persyaratan kandungan lokal di berbagai sektor, memiliki rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini mewajibkan perusahaan sumber daya alam untuk menempatkan semua pendapatan ekspor di dalam negeri untuk transaksi senilai USD 250.000 atau lebih.”