JAKARTA – Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji senilai Rp4,67 miliar, serta gratifikasi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pemberian “vonis bebas” kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada 2024.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Bagus Kusuma Wardhana, mengungkapkan bahwa ketiga terdakwa adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
“Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” ujar JPU saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Selain suap, ketiga terdakwa juga diduga menerima gratifikasi dalam bentuk uang tunai berbagai mata uang asing, seperti dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, dan riyal Saudi.
JPU menyatakan bahwa tindakan para terdakwa diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
JPU merinci bahwa suap yang diterima oleh ketiga hakim tersebut mencakup Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura, setara dengan Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900).
Secara lebih rinci, uang sebesar 48 ribu dolar Singapura atau Rp571,2 juta diterima Erintuah dari Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, dan penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat. Sebesar 140 ribu dolar Singapura atau Rp1,66 miliar diterima dari Meirizka dan Lisa, sementara Rp1 miliar dan 120 ribu dolar Singapura atau Rp1,43 miliar diterima Heru dari Meirizka dan Lisa.
Sebagian dari uang tunai sebesar 140 ribu dolar Singapura tersebut dibagi di antara ketiga terdakwa, dengan rincian: Erintuah menerima 38 ribu dolar Singapura atau Rp452,2 juta, Mangapul menerima 36 ribu dolar Singapura atau Rp428,4 juta, Heru menerima 36 ribu dolar Singapura atau Rp428,4 juta, dan sisanya sebesar 30 ribu dolar Singapura atau Rp357 juta disimpan oleh Erintuah.
JPU menduga bahwa Erintuah, Heru, dan Mangapul mengetahui bahwa uang yang diberikan Lisa bertujuan untuk mendapatkan putusan bebas (vrijspraak) bagi Ronald Tannur dari seluruh dakwaan.
Kasus ini bermula saat Meirizka meminta Lisa untuk menjadi penasihat hukum Ronald Tannur. Lisa kemudian meminta Meirizka menyiapkan sejumlah uang untuk mengurus perkara tersebut. Sebelum kasus Ronald Tannur dilimpahkan ke PN Surabaya pada awal 2024, Lisa bertemu dengan Zarof Ricar (perantara), Erintuah, Mangapul, dan Heru, untuk memengaruhi hakim dalam menjatuhkan vonis bebas.
Pada 5 Maret 2024, Wakil Ketua PN Surabaya menetapkan majelis hakim untuk perkara pidana Ronald Tannur dengan nomor 454/Pid.B/2024/PN SBY. Susunan majelis hakim adalah Erintuah sebagai ketua, serta Mangapul dan Heru sebagai anggota.
Selama persidangan, Erintuah, Mangapul, dan Heru menerima uang sebesar Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura dari Lisa, yang berasal dari Meirizka. Uang tersebut diberikan baik secara tunai maupun melalui transfer rekening kepada Lisa.
Setelah menerima uang tersebut, ketiga hakim nonaktif tersebut memutuskan vonis bebas bagi Ronald Tannur atas seluruh dakwaan, sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024.




