YOGYAKARTA — Sutradara Eddie Cahyono kembali mencuri perhatian dunia perfilman. Setelah karyanya “Siti” meraih Piala Citra sebagai Film Terbaik pada Festival Film Indonesia 2014, kini film terbarunya “My Mother” masuk dalam jajaran 10 proyek Asia-Pasifik yang dipilih untuk JAFF Future Project pada JAFF Market 2025.
Film produksi Indonesia ini digarap oleh Cahyono bersama produser Tika Bravani, Isabelle Glachant, dan sejumlah rumah produksi seperti ANP Talenta Media, Memorieslight Pictures, Yasa Buana Film, Knockonwood.inc, serta Sasha & Co Production.
“My Mother” mengisahkan seorang janda yang ingin bertemu kembali dengan putrinya di Arab Saudi. Sang putri dijatuhi hukuman mati karena membunuh majikannya, namun menolak bertemu ibunya lantaran belum memaafkan pengkhianatan masa lalu.
Cahyono mengungkapkan inspirasi film ini berawal dari kisah pribadi. “Ibu saya pernah bercerita bahwa beliau meninggalkan desa untuk pergi ke kota demi kehidupan yang lebih baik. Dan itu menyentuh hati saya,” ujarnya, sebagaimana dilansir dari Variety, Senin (1/12/2025). Kenangan tersebut mendorongnya meneliti kehidupan para pekerja migran yang berharap pekerjaan di luar negeri dapat menjadi solusi finansial keluarga.
Dalam risetnya, Cahyono menemukan persoalan pelik yang dihadapi para pekerja migran. “Yang mengejutkan saya adalah mereka yang bekerja di luar negeri memiliki masalah dengan keluarga mereka di Indonesia,” katanya. Ia menyoroti kasus kekerasan rumah tangga hingga pernikahan paksa demi menutup utang.
Hal itu membuat Cahyono mengalihkan fokus pada keluarga yang ditinggalkan. “Saya kemudian tertarik pada keluarga yang mereka tinggalkan. Orang tua, ibu, dan ayah, apa yang terjadi pada mereka, bagaimana perasaan mereka setelah anak-anak mereka pergi? Kisah ini mengandung pertanyaan tentang perpisahan, kehilangan, dan bagaimana cara merelakan,” tuturnya.
Eddie Cahyono: Pilihan Mustahil Seorang Ibu
Lebih jauh, ia menekankan makna universal film ini. “Film ini berkisah tentang pilihan mustahil seorang ibu, kekuatan jiwa manusia, dan kenyataan pahit yang dihadapi para pekerja migran perempuan,” jelasnya.
Pada JAFF Market, tim produksi berharap dapat menjalin kolaborasi strategis. “Pasar film sangat penting bagi industri perfilman. JAFF Market bertujuan untuk mendapatkan eksposur dan berkolaborasi dengan pendanaan bersama, distribusi, dan festival. Dan, tentu saja, bagaimana proyek film ‘Ibu Saya’ dapat dikenal oleh masyarakat luas,” ungkap para sineas.
JAFF Future Project sendiri menjadi wadah pengembangan sekaligus pusat produksi bersama bagi karya independen. Tahun ini, program tersebut digelar pada 29 November–1 Desember di Jogja Expo Center, Yogyakarta, bertepatan dengan perayaan 20 tahun Jogja-Netpac Asian Film Festival.