GAZA – Sedikitnya 50 warga Palestina tewas akibat serangan udara Israel di Gaza pada Selasa (20/5/2025), menurut otoritas kesehatan setempat. Serangan terus berlanjut meski tekanan internasional meningkat agar Israel menghentikan operasi militernya dan membuka akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke wilayah tersebut.
Menurut tenaga medis di Gaza, serangan tersebut menghantam dua rumah—menewaskan 18 orang termasuk perempuan dan anak-anak—serta sebuah sekolah yang menampung keluarga pengungsi, selain sejumlah lokasi lainnya.
Militer Israel, yang pada Senin sebelumnya telah memperingatkan warga di Kota Khan Younis, Gaza selatan, untuk mengungsi ke wilayah pesisir menjelang “serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” belum memberikan komentar resmi terkait serangan hari Selasa, dilansir dari Reuters.
Serangan dilaporkan terjadi di Khan Younis dan wilayah utara Gaza lainnya seperti Deir al-Balah, Nuseirat, Jabalia, serta Gaza City.
Dalam delapan hari terakhir, serangan militer Israel disebut telah menewaskan lebih dari 500 orang, menurut laporan medis setempat.
Militer Israel pada Senin mengklaim telah mengizinkan lima truk bantuan masuk ke Gaza, setelah lebih dari dua bulan blokade atas makanan dan pasokan lainnya. Namun, PBB menegaskan bahwa wilayah berpenduduk sekitar 2,3 juta jiwa itu membutuhkan setidaknya 500 truk bantuan dan barang kebutuhan komersial setiap hari. Sepanjang konflik, truk bantuan dilaporkan tertahan berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, di perbatasan Gaza.
Perang yang telah memasuki bulan ke-20 ini memperburuk hubungan Israel dengan komunitas internasional, termasuk dengan sekutu terdekatnya, Amerika Serikat, yang kini menunjukkan tanda-tanda keretakan.
Pada Senin, pemimpin Inggris, Prancis, dan Kanada memperingatkan bahwa mereka dapat mengambil “tindakan konkret” terhadap Israel jika tidak segera menghentikan operasi militer di Gaza dan mencabut pembatasan terhadap bantuan kemanusiaan.
Dalam pernyataan terpisah bersama Uni Eropa dan 20 negara lainnya, ketiga negara itu menyebut bahwa penduduk Gaza terancam kelaparan dan menegaskan bahwa “PBB dan organisasi bantuan harus diizinkan menjalankan tugas mereka secara independen.”
Menanggapi kritik tersebut, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa negaranya sedang menjalani “perang peradaban melawan barbarisme” dan menegaskan bahwa Israel akan “terus membela diri dengan cara yang adil hingga meraih kemenangan total.”
Sementara itu, sebuah rencana bantuan yang didukung Israel dan Amerika Serikat menuai kritik tajam. Rencana tersebut melibatkan pembentukan Lembaga Kemanusiaan Gaza yang ditargetkan mulai beroperasi pada akhir Mei.
Serangan darat dan udara Israel telah menghancurkan Gaza, memaksa hampir seluruh penduduknya mengungsi dan menyebabkan lebih dari 53.000 korban jiwa, mayoritas merupakan warga sipil, menurut otoritas kesehatan Gaza.
Perang ini meletus setelah kelompok militan yang dipimpin Hamas menyerang wilayah Israel di dekat perbatasan Gaza pada 7 Oktober 2023, menewaskan sekitar 1.200 orang—sebagian besar warga sipil—dan menyandera 251 orang, berdasarkan data Israel.
Pemerintah Israel bersikeras bahwa pembebasan para sandera dan penghancuran Hamas hanya dapat dicapai melalui kekuatan militer. Netanyahu menyatakan bahwa Israel bertekad menguasai seluruh wilayah Gaza.
Sementara itu, Hamas menyatakan siap membebaskan para sandera jika perang dihentikan dan tahanan Palestina di penjara-penjara Israel dibebaskan. Namun, perundingan tidak langsung yang kembali digelar di Qatar belum menunjukkan hasil berarti.