JAKARTA – Tim Pakar Badan Gizi Nasional (BGN), Prof. Dr. Epi Taufik S.Pt M.V.P.H M.Si, menegaskan bahwa variasi menu dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah disesuaikan dengan ketersediaan sumber protein hewani di masing-masing wilayah, sesuai standar gizi yang ditetapkan.
“Protein hewaninya memang selama ini yang kita lihat kalau di Jawa itu yang banyak disenangi ayam sama telur, daging sapi pun anak-anak itu tidak terlalu, paling sebulan, dua kali, tiga kali mereka minta, tapi di daerah pesisir kan ikan. Ya kita sediakan ikan. Yang penting tadi standar gizinya terpenuhi,” ujar Epi dalam diskusi Zona Main So Nice di Jakarta, Jumat (31/1).
Menurut Epi, standar gizi dalam menu MBG diawasi oleh Deputi Pemantauan Pengawasan berdasarkan standar dari Kementerian Kesehatan untuk setiap jenjang usia penerima.
Terkait variasi sumber protein, terutama protein hewani, Epi menegaskan bahwa menu MBG dapat menyesuaikan kebiasaan makan di masing-masing wilayah, asalkan kandungan gizinya tetap memenuhi panduan gizi seimbang.
Ia juga mengutip pernyataan Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, yang menegaskan bahwa menu MBG harus memenuhi standar keamanan pangan dan gizi. Selain itu, SPPG diharapkan menyusun menu berdasarkan kesukaan masyarakat setempat serta memanfaatkan sumber daya lokal.
“Kalau di Halmahera, misalnya karbohidratnya bukan nasi, tetapi kalau tidak salah beliau bilang pisang yang direbus dan sagu maka itu boleh. Mungkin di daerah tertentu mereka suka serangga, ulat sagu kan itu memang dimakan di Papua ya itu boleh bagian dari MBG. Jadi bukan berarti di Jawa yang tidak biasa makan itu disuruh, harus berbasis sumber daya lokal,” jelas Epi.
Epi menambahkan, ahli gizi yang ditempatkan di dapur sentral harus memastikan bahwa kandungan gizi tetap sesuai standar jika menggunakan bahan protein hewani dari sumber daya lokal.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa distribusi susu gratis dalam program MBG akan dilakukan secara bertahap, sesuai dengan produksi susu di dalam negeri yang masih terbatas.
Epi juga mengakui bahwa pada tahap awal penyaluran MBG masih terdapat kendala, seperti makanan yang kurang matang atau kasus keracunan siswa. Namun, BGN terus berupaya meningkatkan sistem dan memperketat pengawasan dalam pendistribusian MBG ke sekolah-sekolah.