ISLAMABAD, PAKISTAN — Ketegangan di perbatasan India-Pakistan meningkat setelah Angkatan Udara Pakistan (PAF) mengklaim menang 6-0 atas Angkatan Udara India (IAF) dalam pertempuran udara baru-baru ini. Klaim ini disampaikan oleh Wakil Marsekal Udara Aurangzeb dalam konferensi pers pada Senin (12/5)
Kronologi Konflik di Langit Kashmir
Konflik ini dipicu oleh serangan terhadap wisatawan di wilayah Kashmir yang dikuasai India pada April 2025. New Delhi menuding kelompok militan yang didukung Pakistan sebagai dalang, lalu melancarkan serangan udara dan drone ke sembilan lokasi di Pakistan pada 7 Mei, yang disebut sebagai Operasi Sindoor.
Pakistan membalas dengan serangan presisi menggunakan jet tempur J-10CE dan JF-17 Thunder buatan China, rudal PL-15, serta sistem pertahanan udara HQ-9P. Menurut PAF, serangan balasan mereka sukses menghancurkan pangkalan udara, lapangan terbang, dan unit penyimpanan rudal India di Udhampur dan Pathankot. Pakistan juga mengklaim menembak jatuh enam pesawat India tanpa kehilangan satu pun jet mereka.
“Semua jet Pakistan tetap aman dan beroperasi selama pertempuran,” tegas Aurangzeb.
Namun, India membantah klaim ini. Militer India mengatakan mereka berhasil “menangkis” serangan Pakistan menggunakan drone dan amunisi lainnya, serta memberikan “balasan yang pantas.” New Delhi juga mengklaim telah menetralkan beberapa radar dan sistem pertahanan udara Pakistan di Lahore, meskipun Islamabad membantah keras tuduhan tersebut.
Fatah-2: Senjata Rahasia Pakistan?
Keberhasilan Pakistan, menurut klaim mereka, tak lepas dari peran sistem rudal Fatah-2. Rudal berpemandu satelit ini memiliki jangkauan hingga 400 kilometer dan akurasi tinggi, memungkinkan serangan presisi ke target strategis.
“Fatah-2 memperluas kemampuan Pakistan untuk mencegah dan menanggapi permusuhan regional,” ungkap sumber militer Pakistan.
Di sisi lain, India mengandalkan taktik drone berkelompok untuk mengacaukan pertahanan udara lawan, memungkinkan senjata utama mereka menembus pertahanan. Kedua negara, yang sama-sama bersenjata nuklir, menunjukkan kemampuan teknologi militer canggih, meningkatkan kekhawatiran dunia akan eskalasi konflik.
Gencatan Senjata dan Klaim Kemenangan
Setelah tiga hari saling serang, India dan Pakistan menyepakati gencatan senjata pada Sabtu (10/5) melalui mediasi AS. Presiden AS Donald Trump bahkan mengklaim perannya krusial dalam mencegah “perang nuklir yang buruk.”
“Pemerintahan sayalah yang membantu menjadi penengah gencatan senjata penuh dan segera,” ujar Trump dalam jumpa pers di Gedung Putih.
Meski gencatan senjata berlaku, kedua negara tetap saling klaim kemenangan. Pakistan menegaskan superioritas udara mereka, sementara India menyebut serangan mereka sukses melemahkan fasilitas militer Pakistan.
“Kami tidak akan meredakan ketegangan, dengan kerusakan yang mereka timbulkan di pihak kami, mereka harus menanggung akibatnya,” kata Letjen Ahmed Sharif Chaudhry, juru bicara militer Pakistan.
Di sisi lain, PM India Narendra Modi memperingatkan bahwa serangan akan dilanjutkan jika ada “serangan teroris” baru dari Pakistan.
Reaksi Dunia dan Ketegangan yang Belum Usai
China, sekutu dekat Pakistan, menyerukan kedua negara untuk menahan diri agar konflik tidak meluas. Sementara itu, dunia menyaksikan dengan cemas, mengingat potensi konflik nuklir antara dua kekuatan regional ini.
Meski gencatan senjata tampak bertahan, laporan pelanggaran kecil di perbatasan Kashmir menunjukkan situasi masih rapuh.
Konflik ini tidak hanya soal siapa yang menang di udara, tetapi juga tentang narasi kemenangan yang ingin dibangun kedua negara. Dengan klaim “6-0” dari Pakistan dan bantahan keras dari India, kebenaran di balik pertempuran udara ini masih diselimuti kabut perang. Yang jelas, rivalitas India-Pakistan terus menjadi bara yang siap menyulut kapan saja.