JAKARTA – Media massa memiliki peran vital dalam menyebarkan informasi yang akurat dan berimbang. Namun, ketika laporan lebih mengutamakan narasi sepihak tanpa didukung bukti yang kuat, itu bukan lagi jurnalisme, melainkan upaya untuk merusak karakter. Kasus terbaru yang melibatkan Tempo, yang menurunkan pemberitaan dengan tuduhan terhadap Prof. Sufmi Dasco Ahmad, menggambarkan hal tersebut tanpa dasar yang jelas.
Pemberitaan tersebut tak hanya lemah dari segi bukti, tetapi juga terkesan sebagai usaha sistematis untuk merusak kredibilitas seorang tokoh yang telah banyak berkontribusi bagi bangsa. Tuduhan yang dilontarkan seolah dibangun tanpa verifikasi yang memadai, sehingga menimbulkan pertanyaan: Apakah ini bagian dari jurnalisme yang bertanggung jawab ataukah sekadar serangan politik yang bertujuan untuk melemahkan sosok yang tidak disukai oleh segelintir pihak?
Sebagai media ternama, Tempo, yang dipimpin oleh Gunawan Muhammad, seorang pionir pers nasional, belakangan ini sering kali menurunkan pemberitaan yang tendensius terhadap Prof. Dasco. Hal ini menambah ketegangan terkait upaya untuk mendiskreditkan sosok yang telah lama dikenal dalam dunia politik Indonesia.
Prof. Sufmi Dasco Ahmad, atau yang akrab disapa Dasco, bukanlah sosok asing dalam politik Indonesia. Dengan rekam jejak yang mengesankan, Dasco telah berkomitmen untuk kepentingan masyarakat dan bangsa. Karier politiknya penuh dengan prestasi, salah satunya adalah peran pentingnya dalam menyelamatkan awak kapal (ABK) yang terjebak di Belanda. Pemulangan ABK yang terkendala birokrasi dapat diselesaikan oleh Dasco dalam waktu singkat, membuktikan keberpihakan beliau kepada rakyat.
Sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dasco dikenal karena kontribusinya dalam merumuskan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Keberaniannya dalam menyampaikan pendapat serta komitmennya dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat menjadikannya tokoh yang dihormati. Namun, tuduhan yang dilontarkan oleh Tempo seakan ingin merusak integritas dan reputasi yang telah dibangun oleh beliau selama ini.
Dalam perpolitikan nasional, Dasco kini memegang peranan penting, terlebih sebagai tokoh sentral yang turut menjaga stabilitas politik negara. Pada masa transisi pemerintahan dari Presiden Jokowi ke Presiden Prabowo, Presiden Prabowo memberikan mandat kepada Dasco untuk menjadi ketua tim transisi pemerintahan. Dalam posisi ini, Dasco bertanggung jawab memastikan jalannya pemerintahan baru berjalan dengan lancar. Sikap kenegarawanannya, yang mengesampingkan kepentingan pribadi demi kepentingan bangsa, membuat Presiden Prabowo dan tokoh politik lainnya menempatkan Dasco pada level negarawan.
Namun, prestasi dan karier politiknya yang gemilang tampaknya mengundang ketidaksenangan kalangan tertentu. Berbagai tuduhan dan fitnah yang tidak berdasar terus diarahkan kepada beliau. Serangan yang dilancarkan oleh Tempo, meskipun bukan yang pertama, patut disayangkan karena seharusnya media senior seperti Tempo harus menjadi teladan dalam mengedepankan jurnalisme yang objektif, komprehensif, dan faktual.
Dalam masyarakat yang demokratis, kebebasan pers sangat dihargai. Namun, kebebasan ini harus disertai dengan tanggung jawab. Media massa harus tidak hanya memberitakan, tetapi juga memberikan edukasi kepada masyarakat dengan mematuhi kode etik jurnalistik yang mengedepankan kebenaran dan keadilan. Tindakan Tempo yang melontarkan tuduhan tanpa bukti yang cukup menciptakan preseden buruk dan berpotensi mengikis kepercayaan publik terhadap media itu sendiri.
Dari sisi hukum, tindakan Tempo dapat berimplikasi serius, termasuk kemungkinan pencemaran nama baik dan serangan terhadap kehormatan individu. Merujuk pada Pasal 310 dan 311 KUHP serta Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik, pemberitaan yang disampaikan Tempo bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Selain itu, Tempo seharusnya lebih memperhatikan kaidah-kaidah jurnalistik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Sebagai bangsa, kita seharusnya bisa belajar dari kenegarawanan Prof. Dasco, terutama integritas dan keberpihakannya kepada rakyat. Hal-hal ini seharusnya menjadi teladan bagi seluruh pihak, termasuk insan pers. Di era kebebasan berekspresi dan berpendapat, pers sering kali menjadi alat yang dapat memecah belah bangsa apabila tidak dijalankan dengan objektivitas. Media harus memiliki kesadaran akan dampak yang ditimbulkan dari setiap pemberitaan yang dikeluarkan, baik terhadap individu yang diberitakan maupun terhadap masyarakat secara keseluruhan.
Di bawah pemerintahan Presiden Prabowo, pers diberikan ruang yang luas untuk menyampaikan informasi kepada publik. Kebebasan ini seharusnya digunakan oleh media untuk berkontribusi dalam membangun bangsa dengan pemberitaan yang objektif, kritik yang konstruktif, dan komprehensif.
Artikel ini ditulis oleh: Fauzan Lawyer