JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto resmi menunjuk Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak, menggantikan Suryo Utomo.
Penunjukan ini menandai langkah awal dalam reformasi sistem perpajakan nasional yang lebih transparan dan akuntabel.
Dalam pernyataannya di Istana Kepresidenan, Bimo menyatakan bahwa ia telah menerima mandat dari Menteri Keuangan untuk bergabung dengan Kementerian Keuangan.
Ia juga menyebutkan bahwa Presiden memberikan arahan untuk memperbaiki sistem perpajakan nasional agar lebih berintegritas, akuntabel, dan independen.
“Beliau memberikan banyak arahan, menegaskan komitmennya untuk memperbaiki sistem perpajakan Indonesia,” ujarnya.
Penunjukan Bimo sebagai Dirjen Pajak sejalan dengan rencana Presiden Prabowo untuk membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN), yang akan menggabungkan Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penerimaan negara.
Bimo Wijayanto memiliki latar belakang pendidikan yang kuat di bidang ekonomi dan perpajakan.
Ia menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), kemudian melanjutkan studi S2 di University of Queensland, Australia.
Gelar Ph.D. diraihnya dari University of Canberra, dengan fokus pada kebijakan perpajakan dan strategi peningkatan kepatuhan pajak secara sukarela.
Selain itu, Bimo juga menerima penghargaan Hadi Soesastro Australia Award pada tahun 2014, yang menunjukkan prestasi akademiknya yang luar biasa.
Dalam karier profesionalnya, Bimo pernah bekerja sebagai auditor di PricewaterhouseCoopers (PwC) sebelum bergabung dengan Direktorat Jenderal Pajak.
Ia juga pernah menjabat sebagai Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden dan Asisten Deputi Investasi Strategis di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Pengalaman ini memberikan Bimo pemahaman mendalam tentang kebijakan fiskal dan administrasi perpajakan.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Sebagai Dirjen Pajak, Bimo dihadapkan pada tantangan besar dalam meningkatkan penerimaan negara melalui reformasi perpajakan.
Salah satu fokus utamanya adalah memperbaiki sistem perpajakan agar lebih transparan dan akuntabel.
“Saya belum bisa memberikan kepada publik karena harus berkonsultasi dengan Menkeu,” ucapnya, menegaskan bahwa langkah-langkah strategis akan dibahas lebih lanjut dengan Menteri Keuangan.
Penunjukan Bimo juga menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak melalui transformasi digital.
Digitalisasi administrasi perpajakan diharapkan dapat mengurangi penghindaran pajak dan meningkatkan efisiensi dalam pengumpulan pajak.
Profil Lengkap Bimo Wijayanto
Pendidikan
Bimo Wijayanto memiliki latar belakang pendidikan yang kuat:
SMA Taruna Nusantara, Magelang (lulus tahun 1995): Ia merupakan salah satu alumni terbaik dari sekolah ini.
S1 Ekonomi Akuntansi, Universitas Gadjah Mada (UGM): Meraih gelar sarjana pada tahun 2000.
S2 Master of Business Administration (MBA), University of Queensland, Australia: Lulus pada tahun 2004 atau 2005 (terdapat variasi sumber).
S3 Ph.D. in Economics, University of Canberra, Australia: Fokus penelitiannya pada kebijakan perpajakan, khususnya strategi untuk meningkatkan kepatuhan pajak secara sukarela, selesai pada tahun 2014.
Postdoctoral Fellowship, Duke University, AS: Ditempuh pada tahun 2014 melalui Hadi Soesastro Prize dari Australia Awards, bekerja sama dengan National Centre for Social and Economic Modelling (NATSEM) dan Duke Center for International Development (DCID).
Bimo juga menerima penghargaan Hadi Soesastro Australia Award pada tahun 2014 selama studinya di Canberra, menunjukkan prestasi akademiknya yang luar biasa.
Karier Profesional
Bimo Wijayanto memiliki pengalaman luas di berbagai sektor, termasuk pemerintahan, BUMN, dan swasta. Berikut adalah rekam jejak kariernya:
PricewaterhouseCoopers (PwC) (2001–2003): Bimo memulai karier profesionalnya sebagai auditor selama dua tahun sebelum bergabung dengan pemerintahan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan (2003–2015):
Kepala Seksi Dampak Makro Ekonomi, Sub-Direktorat Dampak Kebijakan (2007–2009): Bertugas menganalisis dampak kebijakan ekonomi.
Analis Senior, Center for Tax Analysis (CTA) (2014–2015): Ia menjadi salah satu tim inti dalam pembentukan CTA bersama Dr. Yon Arsal, dengan keahlian dalam modeling deteksi fraud, analisis kepatuhan pajak, dan analisis mikro-sektoral.
Bimo juga terlibat dalam sidang DJP di Study Group on Asian Tax Administration Reform (SGATAR) dan Association on Tax Authorities of Islamic Countries (ATAIC).
Kantor Staf Presiden (KSP) (2015–2020):
Tenaga Ahli Utama, Kedeputian Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (2019–2020): Bertugas menajamkan program prioritas kementerian inti seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, KPK, Polri, dan PPATK. Ia juga menyiapkan bahan rapat terbatas (ratas) untuk tema perpajakan, antikorupsi, dan antipencucian uang.
Tenaga Ahli Utama, Kedeputian Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Sosial, Budaya, dan Ekologi Strategis (2016–2020): Memberikan masukan terkait reformasi perpajakan, termasuk Amnesti Pajak (UU No. 11 Tahun 2016) dan Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (UU No. 9 Tahun 2017).
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) (2020–2024): Menjabat sebagai Asisten Deputi Investasi Strategis di bawah kepemimpinan Luhut Binsar Pandjaitan, fokus pada investasi strategis dan pengelolaan sektor pertambangan.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Desember 2024–sekarang): Menjabat sebagai Sekretaris Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi dan Investasi di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto.
BUMN:
Komite Audit, PT Asuransi Jasindo (sejak Juni 2019): Bertugas dalam pengawasan dan audit.
Komisaris Independen, PT Phapros Tbk (Juni 2022–sekarang, kembali diangkat Juli 2024): Anak usaha Kimia Farma di bidang farmasi.
Dosen Paruh Waktu, UGM (2007–2009): Mengajar di Pendidikan Profesi Akuntan, Fakultas Ekonomika dan Bisnis.***