JAKARTA – Rusia memulangkan 1.212 jenazah tentara Ukraina ke perbatasan sebagai bagian dari gelombang pertama pemulangan lebih dari 6.000 jenazah, namun proses tersebut terhambat karena delegasi Ukraina tidak hadir di lokasi pertukaran, memicu ketegangan baru dalam negosiasi perdamaian antara kedua negara.
Truk-truk berpendingin khusus membawa jenazah tersebut tiba di titik pertukaran di perbatasan Ukraina, seperti dikonfirmasi oleh Kementerian Pertahanan Rusia. Dalam pernyataan resmi, otoritas Rusia menyebutkan, “Gelombang pertama sebanyak 1.212 jenazah beku tentara Angkatan Bersenjata Ukraina telah tiba dengan truk berpendingin khusus ke perbatasan Ukraina, dengan sisanya sedang dalam perjalanan.”
Langkah ini merupakan bagian dari Perjanjian Istanbul yang disepakati pada Mei 2025 di Turki, yang bertujuan memfasilitasi pertukaran tahanan perang dan pemulangan jenazah. Namun, drama muncul karena Ukraina belum mengirimkan perwakilan untuk menerima jenazah tersebut. Letnan Jenderal Rusia Alexander Zorin menegaskan, “Rusia telah menyerahkan batch pertama sebanyak 1.212 jenazah tentara Ukraina ke titik pertukaran di perbatasan sesuai dengan Perjanjian Istanbul.” Ia menuding Kiev menunda proses pertukaran tanpa batas waktu.
Di tengah ketegangan militer yang masih membara, kedua negara kembali saling melancarkan serangan drone dan rudal. Ukraina mengklaim keberhasilan operasi “Jaringan Laba-laba” yang menghancurkan 41 pesawat tempur Rusia, sementara Rusia membalas dengan serangan yang menewaskan warga sipil di Kharkiv dan Kyiv.
Ajudan Presiden Rusia Vladimir Medinsky mengungkapkan kendala dalam proses ini, “Rusia telah menyerahkan daftar pertama berisi 640 tahanan kepada Ukraina dan mulai memindahkan jasad tentara Ukraina yang tewas, tetapi tim negosiator Ukraina tidak tiba di lokasi pertukaran.” Ia mendesak Ukraina untuk “secara ketat mematuhi jadwal dan semua kesepakatan yang telah dicapai dan untuk segera memulai proses pertukaran.”
Sementara itu, Ukraina melalui Markas Besar Koordinasi Penanganan Tahanan Perang membantah tuduhan penundaan dan menegaskan kesiapan melanjutkan proses sesuai kesepakatan, meskipun detail lebih lanjut belum diumumkan.
Pemulangan jenazah ini bukan hanya tindakan kemanusiaan, tetapi juga sinyal diplomatik yang penting di tengah upaya meredakan konflik selama lebih dari tiga tahun. Perundingan damai yang difasilitasi oleh Turki dan mendapat dukungan China menunjukkan ada kemauan dari kedua pihak untuk mencari solusi. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pun telah menyatakan kesiapan melanjutkan pembicaraan damai pada 15 Mei 2025, menanggapi tawaran Presiden Rusia Vladimir Putin.
Namun, serangan militer terus berlanjut. Rusia melaporkan serangan drone Ukraina yang menghancurkan pesawat pembom strategis mereka, sementara Ukraina menghadapi serangan balasan yang menewaskan warga sipil, termasuk keluarga dengan bayi satu tahun di Kharkiv. Kondisi ini memperlihatkan bahwa jalan menuju perdamaian masih penuh rintangan berat.
Pemulangan jenazah 1.212 tentara Ukraina ini menjadi ujian besar bagi kedua belah pihak, apakah langkah ini dapat menjadi jembatan menuju perdamaian atau justru memicu ketegangan baru. Dunia kini menunggu apakah Rusia dan Ukraina mampu menepati komitmen mereka dalam Perjanjian Istanbul demi mengakhiri konflik yang berkepanjangan.